Cah Blitar yang satu ini, Adik Widiasmono (28 tahun), bisa kita kasih gelar “Peserta Challenge Tergigih 2018.” Mau tahu? Tiap bulan setidaknya ia ikut 1 Dicoding Challenge. Dari 12 submissions, enam (6) di antaranya berhasil ia menangkan.
Ambisi itu, Penting
Apa yang membuatnya demikian gigih?
“Saya ini orangnya ambisius. Saya ingin menang dalam setiap lomba!” serunya bersemangat.
Jadwalnya memang cukup padat. Sehari-harinya Adik bekerja sebagai Payment Consultant (Jr. Project Manager) di NTT Data, Jakarta Pusat. Payment consultant ini bertanggung jawab sebagai intermediary man yang bertugas menghubungkan bank dengan vendor-vendor dalam proyek-proyek seputar aplikasi perbankan, terutama yang berhubungan dengan aplikasi core banking. Vendor-vendor ini nantinya mengimplementasikan aplikasi mereka di bank yang bersangkutan sesuai dengan arahan klien bank tersebut.
💻 Mulai Belajar Pemrograman
Belajar pemrograman di Dicoding Academy dan mulai perjalanan Anda sebagai developer profesional.
Daftar SekarangMeski sibuk, Adik bersyukur bisa mengelola quality-quantity time antara keluarga dan pekerjaan. Ayah dari bayi mungil 2 tahun ini bekerja hingga pukul 6 sore. Setelahnya, “Main sama anak di rumah,” ujarnya riang.
Karena KPI Tidak Cukup
Empat tahun berkarir di sektor privat yang menuntut kerja cepat dan efisien, Adik tahu benar arti KPI alias Key Performance Index (KPI).
Tapi buatnya, pengukuran KPI saja belum cukup. “Saya ingin tahu sebenarnya seberapa tinggi kompetensi saya. Juga parameter yang fair untuk mengukur itu.“
Ia merasa kompetisi alias Challenge adalah cara yang paling tepat untuk melihat seberapa jauh ia berkembang. Anak pertama dari 3 bersaudara ini mengaku “Menang Challenge bikin saya ketagihan.”
Buktinya 2018 adalah salah satu tahun terproduktif baginya dalam berkarya.
Selain Challenge di Dicoding, lulusan Sistem Informasi STT Telkom ini pun sempat ikut dan memenangkan 4 Challenge lainnya di luar Dicoding. Berikut ini daftarnya.
Dicoding Challenge Yang Pernah Diikuti :
- Sustainable Tourism Challenge oleh Google
- Health and Well-being Challenge oleh Google
- LINE Creativate 2018 – Chatbot Competition (Kategori Prototipe)
- LINE Creativate 2018 – Chatbot Competition (Kategori Wawasan)
- LINE Creativate 2018 – Chatbot Competition (Kategori Produktivitas) “20 Terbaik” dengan Si Ibad
- LINE Creativate 2018 – Chatbot Competition (Kategori Hiburan)
- Building The Digital Future For Everyone oleh ALE “10 Terbaik” dengan Specia-LIST
- Microsoft Azure Cognitive Services Challenge
- Microsoft Azure Mobile App Service Challenge: “5 Terbaik” dengan DPO Checker
- DBS Live More Society: Developer Challenge 2: “100 Terbaik” dengan DPO Checker
Challenge Lainnya
- Pertamina Energy Hackathon 2018 “10 Terbaik”
- Sampoerna Finance Day 2018 “10 Terbaik”
- AAJI Hackathon 2018 “Juara 1”
- Telkom Hackathon 2018 “20 Terbaik”
Di kantor, sibuk. Di rumah, demikian.
Pertanyaannya, bagaimana Adik menemukan waktu untuk belajar dan mempersiapkan produk untuk dilombakan?
Baginya waktu terefektif untuk berkreasi adalah pukul 2 dini hari hingga selepas pukul 5 pagi. Dalam keheningan malam ia mengaku bisa “ngulik” berbagai materi Challenge. Semua demi motivasi untuk menang dan pengembangan diri.
Challenge yang Paling Berkesan
Salah satu Challenge favoritnya adalah ALE Digital Hackathon 2018 lalu di mana ia mengajukan proposal berupa platform profesional bagi para expert untuk bertukar pesan secara interaktif dan privat. Topiknya seputar sains, sosial, dan humaniora yang spesifik, sesuai dengan keahlian masing-masing user. Serupa Kaskus, namun khusus berisi para junior dan senior experts.
Sejauh pengamatannya karya digital yang ia namakan specia LIST ini belum ada di Indonesia. Pada kompetisi ALE tersebut, specia LIST masuk dalam 10 besar. Berikut ini interfacenya. Aplikasi ini memungkinkan pengguna untuk mencari expert yang ia perlukan.
Untuk melanjutkan prototype ini ia mengaku “Tak bisa menggarap sendirian. Saya perlu partner untuk bantu saya dalam hal pengembangan MVP dan juga mencari investor .” Jika di antara kalian ada yang berminat, tulis di kolom komentar ya!
Pria hobi game yang satu ini juga pernah berlomba hingga ke Barcelona. Tahun 2017 ia mewakili kantornya, NTT Data, untuk region Asia Pacific pada kompetisi sama “NTT Hackathon” tingkat dunia yang bertempat di ibu kota Spanyol tersebut. Hasilnya, ia berada di peringkat ke-4 dan berkesempatan jalan-jalan di negeri para matador. “Seneng Mbak, lumayan. Inilah bonusnya ikutan Challenge hehe” kenangnya.
Dari Mana Datangnya Ide
Ide membuat Challenge, bisa datang dari mana saja. Utamanya pengalamannya sehari-hari. Alkisah ia pernah foto giginya di sebuah RS untuk keperluan cabut gigi. Saat ia pindah berobat ke fasilitas kesehatan lainnya, ia tak dapat membawa hasil rontgen-nya karena hilang entah di mana. Alhasil, ia mesti foto dan bayar rontgen ke-2 kalinya. “Sayang kan..” Imbuhnya
Apa kamu juga pernah mengalami hal serupa? Hasil cek darah, foto rontgen, atau catatan medis-mu lainnya, hilang entah di mana.
Berkaca dari situ, ia ingin memberi solusi digital bagi pasien atau Rumah Sakit yang kerap menemui masalah seperti ini.
Hasilnya, ia mengembangkan aplikasi mengenai pencatatan digital rekam medik secara rapi dan terintegrasi antara pasien dengan jaringan Rumah Sakit. Aplikasi ini ia beri nama OMC (One Medical Chain). Dalam kompetisi AAJI Hackathon 2018, One Medical Chain menyabet gelar juara pertama.
Tahun 2019 ia berencana menseriusi pengembangan aplikasi ini. Ia ingin setidaknya aplikasi ini bisa luas digunakan oleh user utama: pasien. Ke depannya, Adik ingin bekerja sama dengan user lainnya, yakni rumah sakit dan klinik. Ia optimis Indonesia perlu memulai penerapan digitalisasi rekam medis pasien dan data sharing-nya yang aman antar fasilitas kesehatan. Ini dirasa penting untuk tindakan pelayanan kesehatan yang lebih baik dan terinformasi dengan baik.
Lagi-lagi, ia mengundang rekan-rekan yang berminat mengembangkan aplikasi semacam ini. Ayo, siapa yang berminat? Tulis minatmu di kolom komentar.
Mulai dari yang Mudah
Memulai sesuatu hal yang baru itu, perlu usaha ekstra. Demikian halnya mulai ikutan Challenge. Kalau tak biasa ikutan hackathon, wajar kita sering merasa segan atau tak mampu.
Tentang “fear factor” ini, apa kata pria ambisius ini?
“Beranikan diri ikut Challenge. Mulai saja dari yang mudah, yang potensi menang-nya besar. Nanti kalau sudah menang, pasti akan ketagihan untuk terus ikutan. Kalau nggak menang pun, ya nggak apa-apa. Namanya juga belajar”
Terima kasih, Adik. Semoga tahun 2019 ini kamu bisa menemukan partner untuk menggarap aplikasi OMC dan LIST buatanmu.
Kalau kamu..mau serius ikut Dicoding Challenge 2019? Belajar dari sekarang yah. “Mulai dari yang mudah,” seperti kata Adik.