Cerita Zulfikar Setyo Priyambudi, Lulusan Program Laskar AI
Untuk bisa membaca tulisan di layar, Zulfikar Setyo Priyambudi (26) harus mendekatkan wajahnya ke monitor. Gangguan penglihatan yang ia miliki sejak lahir membuatnya tidak bisa membaca secara normal. Meski begitu, kondisi tersebut tidak pernah mengendurkan semangat belajarnya. Bagi Zulfikar, keterbatasan bukan alasan untuk berhenti; justru itu adalah alasan untuk melaju lebih jauh. Inilah cerita Zulfikar yang melaju lebih jauh bersama program Laskar AI.
Punya Panggilan Hati Menjadi Pendidik Sejak SD
💻 Mulai Belajar Pemrograman
Belajar pemrograman di Dicoding Academy dan mulai perjalanan Anda sebagai developer profesional.
Daftar SekarangLahir dan besar dalam keluarga sederhana di Semarang, Zulfikar adalah anak sulung dari dua bersaudara. Ayahnya bekerja sebagai wirausaha kecil dalam bidang jasa perbaikan trafo, sementara ibunya seorang ibu rumah tangga.
Di rumah yang dibangun dengan nilai-nilai kerja keras, kedisiplinan, dan mental pantang menyerah, Zulfikar tumbuh dengan semangat belajar yang tinggi. Sejak kecil, ia sudah menunjukkan ketertarikan terhadap komputer. Ia terbiasa mengolah dokumen melalui Microsoft Word pada usia sekolah dasar, lalu mulai mengeksplorasi desain, arsitektur komputer, dan pengembangan aplikasi saat SMP.
Minatnya itu membawanya ke SMKN 2 Semarang dalam jurusan Rekayasa Perangkat Lunak (RPL). Selepas lulus SMK, Zulfikar mendapat panggilan hati untuk menjadi seorang pendidik. Oleh karenanya, ia melanjutkan studi Pendidikan Teknik Informatika di Universitas Muhammadiyah Surakarta.
“Saya sudah passionate untuk menjadi pendidik sejak SD karena senang belajar hal baru dan ingin ilmu saya juga bermanfaat bagi orang lain,” ungkapnya.
Bersemangat Belajar dalam Program Laskar AI Meski Sudah Berkarier sebagai Pendidik
Lulus dari Universitas Muhammadiyah Surakarta, Zulfikar sempat berkarier sebagai Junior AI Engineer di Indonesia AI. Ia merasa menjadi praktisi terlebih dahulu sebelum berkarier sebagai guru sangatlah penting untuk bisa nantinya memberikan pengetahuan yang relevan bagi siswa.
Setelah memperoleh pengalaman yang cukup di Indonesia AI, Zulfikar berkarier sebagai pendidik Informatika di SMA Laboratorium UPGRIS. Meski sudah berkarier sebagai guru, Zulfikar masih tertarik untuk belajar lagi, tepatnya dalam program Laskar AI yang ia ketahui infonya dari kepala program studinya semasa kuliah dulu.
Sebagai peserta, Zulfikar menilai bahwa program Laskar AI menawarkan pelatihan teknologi kecerdasan buatan (AI) yang sistematis dan aplikatif. Selain itu, program ini pun sangat sejalan dengan visinya, yakni menjembatani antara dunia teknologi dan dunia pendidikan.
“Motivasi saya belajar dalam program Laskar AI saat itu adalah ingin memperkuat pondasi teori dan teknis di bidang AI, khususnya yang bisa diterjemahkan ke konteks pendidikan,” tuturnya.
Zulfikar tidak ingin sekadar memahami AI sebagai sebuah teknologi, tetapi juga mampu menerapkannya untuk menciptakan solusi nyata dalam proses belajar mengajar.
Laskar AI Membentuk Zulfikar Menjadi Pribadi yang Lebih Terarah
Mengikuti program Laskar AI sembari mengajar tentu bukan hal mudah. Sebagai guru Informatika, ia juga mengampu mata pelajaran Koding dan Kecerdasan Artifisial untuk siswa SMA kelas 10 dan 11.
Di luar jam mengajar, ia harus menyusun materi, mengikuti course di Dicoding, dan menyelesaikan proyek pembelajaran. Waktunya terbagi, tetapi manajemen waktu yang diajarkan dalam program Laskar AI menjadi kunci.
“Saya membagi prioritas setiap minggunya berdasarkan urgensi dan kepentingan,” ujarnya.
Zulfikar merasa bahwa dampak dari belajar dalam program Laskar AI sangat nyata. Kini, ia tak hanya lebih mahir secara teknis dalam pemrograman dan analisis data, tetapi juga lebih terorganisasi secara mental. Ia belajar mengatur waktu, berpikir kritis saat menghadapi masalah, dan membangun ketahanan dalam situasi yang menekan.
“Laskar AI tidak hanya meningkatkan kemampuan teknis, tetapi juga membentuk saya menjadi pribadi yang lebih terarah,” ungkapnya.
Menjadi Penggerak Literasi AI di Sekolah
Salah satu pencapaian penting Zulfikar dalam program Laskar AI adalah proyek capstone berjudul EduCare. Proyek ini bertujuan membantu sekolah memanfaatkan data siswa, mulai dari kehadiran, nilai, hingga latar belakang keluarga, untuk pengambilan keputusan yang lebih tepat sasaran.
“Saya ingin guru tidak hanya jadi pengajar, tapi juga analis data yang bisa merancang pembelajaran yang lebih personal,” jelasnya.
Sebagai pendidik, Zulfikar sudah mulai menerapkan hasil belajarnya di kelas. Siswa-siswanya kini belajar tahapan dasar analisis data, mulai dari pengumpulan data, persiapan, hingga visualisasi.
“Mereka merasa pembelajarannya aplikatif dan relate dengan praktik industri,” kata Zulfikar dengan bangga.
Dalam beberapa waktu ke depan, ia ingin menjadi penggerak literasi AI di sekolah. Harapannya, siswa tidak hanya menjadi pengguna teknologi, tetapi juga pencipta.
“AI yang diterapkan secara bijak bisa menjadi alat yang sangat kuat untuk mendukung pendidikan yang lebih adil, adaptif, dan bermakna,” tambahnya.
Zulfikar menyadari bahwa perjalanan ini belum selesai. Namun, satu hal yang pasti, ia tidak lagi melihat keterbatasannya sebagai halangan. Dengan tekad kuat, ia justru mengubahnya menjadi fondasi untuk membangun masa depan yang lebih inklusif serta inspiratif bagi dirinya, siswa-siswanya, dan dunia pendidikan Indonesia.