Apa jadinya jika masalah, ide, dan teknologi, bersatu? Tengok aplikasi PROYANDES besutan I Wayan Dharmana (21 tahun) dan rekan-rekannya di Colony Labs dan Tridatu Solution dari Badung, Bali.
Layanan Ambulan Desa Perlu Pemerataan Informasi
Pemkab Badung, Bali berkomitmen memberi layanan kesehatan prima bagi warganya. Salah satunya melalui program 1 desa 1 unit mobil ambulan. Masyarakat bisa menggunakannya secara cuma-cuma.
Masalahnya dari sisi pemakai hanya segelintir warga yang tahu keberadaan dan cara memesan. Warga mengira ambulan hanyalah unit gawat darurat semata, misalnya untuk penanganan pertama kecelakaan. Padahal tidak demikian. Ada layanan call centre namun masyarakat kurang familiar. Saat memerlukan mereka lebih memilih untuk menelepon ponsel pengemudi saat itu juga. Tidak bisa memesan layanan untuk esok atau hari berikutnya. Di kala lowong ambulan siap meluncur. Kalau tidak, pasien harus rajin menelpon supir untuk mengecek. Setelah ambulan meluncur, user tidak bisa memantau sudah sampai di mana. Dari sisi pengemudi, saat sepi panggilan mereka berkendara keliling desa untuk menjemput bola.
Dharmana merasa problema ketimpangan informasi tersebut dapat diselesaikan dengan teknologi. Idenya adalah membuat aplikasi Android untuk memesan layanan ambulan desa. Tantangannya, sang client, Dinkes Kabupaten Badung, memberi waktu pada Colony Labs dan Tridatu Solution, hanya 1 bulan untuk mengembangkan aplikasi yang dimaksud.
Dalam waktu sedemikian singkat, apa Dharmana berhasil menyelesaikannya?
Ikut Google Developer Kejar demi Memajukan Developer Bali
Bisa. Dharmana dan tim menggunakan Kotlin secara penuh untuk mengembangkan aplikasi Program Layanan Ambulan Desa (PROYANDES). Melalui aplikasi ini warga Badung dapat memesan ambulan untuk 1) kegawatdaruratan; 2) rujukan ke rumah sakit; 3) homecare; dan 4) kegiatan kesehatan yang terjadwal, seperti posyandu. Aplikasi akan mencari ambulan terdekat dari lokasi user. Supir ambulan kemudian mendapat notifikasi agar bisa segera meluncur ke lokasi yang dimaksud.
Keren kan? Mungkin Dharmana programmer asal Bali pertama yang menggunakan Kotlin secara menyeluruh pada pengembangan sebuah aplikasi layanan publik.
“Dengan Kotlin 2 (dua) aplikasi bisa jadi dalam 1 (satu) bulan. Ringkas banget. Kami bikin satu aplikasi untuk supir dan satunya lagi untuk masyarakat,” kenang Dharmana bangga.
“Terima kasih buat Google Developer Kejar. Dengan GDK saya jadi berkesempatan endorse ilmu Kotlin Android Developer Expert (KADE) ke developer-developer lain di Bali. (Kotlin) ini penting. Efisien dan hemat waktu!”
Mahasiswa STIKOM Bali ini termasuk yang paling awal belajar dan lulus dari kelas KADE. Ia membayar kelas tersebut dari hasil keringatnya menjuarai beberapa Challenge. Di KADE Ia melahap semua modul kelas serta lulus dengan baik dan tepat waktu. Skill baru inilah yang kemudian jadi aset penting saat membangun PROYANDES. “Dengan Kotlin, aplikasi ini dapat bekerja sesuai dengan SOP dari instansi terkait,” ujarnya.
Rencananya PROYANDES resmi diluncurkan Oktober 2018 untuk 2 kecamatan percontohan, yakni Mengwi dan Abiansemal. Tak lama kemudian per Januari 2019 aplikasi ini akan beroperasi menyeluruh di keenam kecamatan di Badung.
Wow, kami turut bangga mendengarnya!
Menang Dicoding Challenge Membawanya Ke Swedia
Pemuda yang mulai ngoding sejak kelas 3 SMP ini memang sosok yang tak asing lagi untuk Dicoding. Dharmana sudah bergabung sebagai anggota sejak dua tahun lalu. Ia menuntaskan 4 kelas di Dicoding Academy plus mencetak juara pada 5 Dicoding Challenge).* Berikut daftarnya.
Dari semua aplikasi garapannya, favoritnya adalah “Doa Hindu: Doa Buku Digital” karena idenya simpel namun bermanfaat luas. “Motivasi saya dalam membuat aplikasi itu, dari segi user. Paling senang kalau dapat feedback dari user yang ternyata tinggal jauh di luar Indonesia,” ujarnya tentang aplikasi yang telah diunduh 28 ribu kali ini.
Ia mengaku bahagia menekuni pemrograman Android karena “impact-nya itu luar biasa.” Tak hanya untuk user, tapi juga untuk dirinya. Menang Challenge Dicoding telah mengantar pria yang hobi jalan-jalan ini melanglang buana hingga ke Swedia. “Seneng banget. Itu pengalaman pertama kali saya ke luar negeri,” ujarnya bersemangat.
“Community is Power”
Selain kampus dan Dicoding, dari mana saja Dharmana belajar pemrograman?
Awalnya otodidak dari internet, alumni SMKN 1 Denpasar ini lalu berjejaring dengan komunitas. Ia ikut Indonesia Android Kejar 2017 dan Bali Android Developer. Dulu peserta, kini Dharmana kerap jadi pemateri. Melalui acara komunitas rutin ini ia membahas tips, trik, dan teknologi terbaru, salah satunya mengenai Kotlin. “Belum banyak yang tahu tentang Kotlin di Bali. Saya endorse Kotlin ke teman-teman karena Bahasa ini sangat memudahkan kerja developer,” ujarnya.
Menurut pemuda asal Gianyar ini, “community is power.” Penting sekali untuk para developer merapat ke komunitas “Dari sharing bisa dapat network. Dari network, dapat client,” ujarnya. Karena itu, apapun yang berkaitan dengan kontribusi bagi komunitas, selalu membuatnya bersemangat.
Semangat Berkomunitas Dalam Google Developer Kejar
Semangat berkomunitas merupakan motivasi terbesarnya untuk gabung menjadi fasilitator dalam program Google Developer Kejar. Ia kini membimbing 17 peserta kelompok belajarnya (Kejar).
Tentang Kejar ini, ia punya cerita. Seseorang di grupnya sempat nyaris dropped out karena mengaku tak punya waktu menekuni materi kelas KADE. Dharmana pun berbagi tips yang selama ini ia lakukan:
- Tiap hari luangkan waktu minimal 1-2 jam untuk membaca dan mengerjakan submission.
- Kalau ketemu kendala, jangan diam saja. Tanyakan dalam diskusi kelompok.
- Buat skala prioritas.
Di Kejar anak semata wayang ini memang banyak memberi semangat dan dorongan. Meski banyak peserta yang terpaut jauh usianya, ia mengaku tiada masalah selama saling berbagi dan mendengarkan.
Bicara Soal Aspirasi
Developer ini berkeinginan membesarkan Colony Labs jadi sebuah perusahaan besar. Startup tersebut kini digawangi Dharmana dan 3 orang teman kuliahnya. Client-nya banyak, dari pemerintah hingga UMKM yang rata-rata perlu back end support dari sisi programming. Antara padatnya kuliah dan permintaan client, ia dan tim harus pandai mengatur waktu dan menentukan prioritas.
Ditanya wishlist berikutnya, Dharmana mantap menjawab “ya ke Silicon Valley di San Fransisco, Amerika Serikat, pusat teknologi dan inovasi dunia!”
Terakhir ia ingin bantu mewujudkan ekosistem developer di Indonesia yang lebih kuat “Seperti di India,” ungkapnya.
Mimpi kamu dan Dicoding sama, Dharmana. Tak mudah, tapi yakin kita bisa yah! Tetap berkarya dan berkontribusi untuk komunitas.
)* Daftar Challenge yang dimenangkan (klik pada nama aplikasi untuk melihatnya di play store)
-
Digital Challenge 2017 – Smart City Digital Services oleh: Kominfo dan Ericsson Indonesia dengan aplikasi “Games Connect: City Guide for Asian Games 2018”
-
Indosat Ooredoo Wireless Innovation Contest 11 dengan aplikasi “Games Connect: City Guide for Asian Games 2018”
-
DBS Live More Society: Developer Challenge 2 oleh Bank DBS Indonesia dengan aplikasi “Doa Hindu: Buku Doa Digital”
-
LINE Bot Developer Challenge dengan aplikasi “Kuis Huruf”
-
Made in Bali Challenge by BEKRAF dengan aplikasi “Doa Hindu: Buku Doa Digital”