Cerita Syifa Azzahro, Lulusan DBS Foundation Coding Camp 2024 yang Mengejar Karier Impian sebagai Data Scientist
Menempuh pendidikan tinggi adalah impian banyak orang setelah lulus SMA/SMK. Namun bagi sebagian orang, tak ada pilihan lain selain mengambil tahun jeda atau “gap year.” Pilihan ini juga dihadapi oleh Syifa Azzahro (22), yang harus mengambil gap year selama dua tahun, sebelum akhirnya berkuliah di Universitas Teknologi Mataram (UTM).
Bukan tanpa alasan, Syifa harus menunda kuliahnya karena saat itu masih kekurangan biaya. Setelah kehilangan ayahnya, ia harus membantu ibunya bekerja demi melanjutkan sekolah dan menghidupi adiknya. Namun, ia tidak pernah kehilangan harapan. Tertarik dengan dunia IT sejak kecil, ia pun ingin bekerja di industri ini demi memperbaiki kondisi keluarganya.
💻 Mulai Belajar Pemrograman
Belajar pemrograman di Dicoding Academy dan mulai perjalanan Anda sebagai developer profesional.
Daftar SekarangDi tengah perjalanannya, ia menemukan program DBS Foundation Coding Camp 2024, yang kebetulan menawarkan jalur pembelajaran machine learning.
“Saya sangat tertarik di bidang data science, khususnya di machine learning. Lewat program DBS, saya berharap menjadi salah satu talenta digital unggulan di Indonesia,” ungkapnya.
Perjalanan Syifa tidaklah mudah. Dia harus melawan stigma dan keraguan, serta bekerja keras untuk mengembangkan bakat dan minatnya. Mari kita ikuti kisah Syifa selama di DBS Foundation Coding Camp 2024!
Gap Year Tak Meruntuhkan Minat Syifa untuk Belajar IT
Jauh sebelum tertarik dengan bidang data, Syifa adalah anak dari keluarga sederhana yang lahir dan besar di Batam, Kepulauan Riau. Dia adalah anak kedua dari tiga bersaudara yang dibesarkan oleh seorang ibu tunggal. Ayahnya meninggal dunia sejak 2012, ketika Syifa masih kelas 5 SD. Untuk membiayai keluarganya, ibunya harus berjualan di kantin sekolahnya.
“Ibu saya bekerja di kantin SD dekat rumah,” kata Syifa. “Dia berjuang keras untuk menghidupi kami bertiga.”
Meskipun hidup sederhana, Syifa selalu didorong oleh ibunya untuk mengutamakan pendidikan. Ia tak pernah memaksa Syifa untuk menjadi PNS atau bekerja di BUMN. Selama Syifa bisa menempuh pendidikan tinggi, ibunya sudah merasa bahagia.
Ketertarikan Syifa pada teknologi dimulai ketika ia masih duduk di bangku SD. Saat itu, sekolahnya mewajibkan setiap siswa untuk memiliki laptop. Dari situ, dia mulai belajar membuat laporan dan presentasi menggunakan laptop. Kecintaannya pada pemrograman semakin bertambah saat Syifa menonton film tentang hacker selama duduk di bangku SMP.
“Film itu membuka mata saya tentang dunia hacking dan pemrograman. Saya pun terinspirasi dan ingin belajar lebih banyak tentang hal itu,” ujar Syifa.
Dari situ, Syifa mulai mempelajari pemrograman secara otodidak. Dia mencari tutorial dan sumber belajar online untuk mempelajari bahasa pemrograman, seperti Pascal dan HTML. Untuk memperdalam ilmunya, ia memutuskan untuk melanjutkan pendidikan ke SMK, tepatnya jurusan Teknologi Komputer Jaringan (TKJ).
Setelah lulus SMK, Syifa tidak langsung berkuliah. Ia bekerja di PT Epson Batam selama hampir dua tahun. Namun di sela-sela kesibukannya bekerja, dia tetap meluangkan waktu untuk belajar pemrograman web.
“Saat itu, saya jarang libur karena harus overtime. Tapi setiap ada kesempatan di rumah, saya pasti belajar HTML, CSS, dan Javascript,” begitu ceritanya.
Belajar Data Science di DBS Foundation Coding Camp
Sekitar tahun 2022, Syifa memutuskan untuk melanjutkan pendidikannya. Ia memilih Universitas Teknologi Mataram, jurusan Teknik Informatika. Harapannya satu, belajar lebih banyak tentang machine learning, bidang yang sedang berkembang pesat dewasa ini.
Di UTM, Syifa menemukan lingkungan yang mendukungnya untuk mengembangkan bakat dan minatnya. Dia mengikuti berbagai pelatihan dan workshop tentang machine learning.
“Selama di bangku perkuliahan, saya juga mendapatkan kesempatan untuk mengikuti berbagai proyek penelitian dan pengembangan di bidang IT,” ujar Syifa.
Namun, ia merasa kalau ilmu yang didapatkannya belumlah cukup untuk mengejar impian terpendamnya: menjadi data scientist berkaliber tinggi. Setelah menguasai pemrograman web, dia mulai memdalami Python yang sedang populer di dunia data science.
“Bagi saya, Python itu powerful tapi simpel, dan cocok untuk pemula. Saya belajar Python dari YouTube dan materi kuliah,” ungkapnya.
Di tengah proses belajarnya, Syifa menemukan Dicoding, platform edukasi online yang menyediakan berbagai program belajar coding, termasuk data science. Menurutnya, materi di Dicoding sangat friendly sehingga cocok untuk pemula. Banyak analogi yang mudah dipahami dan glossary yang membantu untuk memahami materi.
Dia pun mengikuti beberapa short class di Dicoding, sampai akhirnya menemukan iklan beasiswa DBS Foundation Coding Camp 2024. Tanpa berpikir dua kali, ia langsung mendaftar dan mengikuti pelatihan intensif ini demi mempelajari data science. Dia sangat menikmati program ini, terutama bagian proyeknya.
“Proyeknya challenging dan seru banget. Saya belajar banyak tentang visualisasi data dan machine learning,” katanya.
Meskipun memiliki background IT, Syifa tetap menemui beberapa kesulitan selama mengikuti program. Namun, sesama peserta DBS Foundation Coding Camp membantunya dalam belajar. Setiap hari, Syifa meluangkan waktu dua jam untuk belajar dalam program ini. Dia juga memanfaatkan waktu libur kuliahnya untuk mendalami ilmu tentang data science.
Membongkar Stigma Perempuan di Dunia IT
Syifa Azzahro tidak hanya memiliki kecerdasan dan keuletan, tetapi juga keberanian untuk mendobrak stigma. Di dunia teknologi yang didominasi pria, Syifa memantapkan diri sebagai programmer dan calon data scientist. Ia menjelaskan kalau kelas dari Dicoding telah membantunya lebih dekat dengan impiannya tersebut.
“Kelas seperti Belajar Machine Learning untuk Pemula, Pemrograman Python, dan Visualisasi Data memberikan dampak besar bagi saya.”
Kelas-kelas tersebut sangat bagus karena pada akhirnya ada proyek yang menantang dan seru. Proyek-proyek itulah yang membantu Syifa untuk lebih mengeksplorasi kemampuan dan melatih diri dalam problem solving dan analisis data.
“Bagi saya, problem solving seperti bermain puzzle. Menyenangkan melihat semua kepingan masalah terhubung dan akhirnya menghasilkan solusi yang utuh,” terang Syifa.
Selama memperdalam ilmu pemrograman, tidak sekali dua kali Syifa pernah mendengar stigma kalau perempuan lebih mengandalkan perasaan daripada logika sehingga tidak cocok untuk menjadi programmer. Secara lugas, ia pun menyangkal pernyataan tersebut.
“Stigma ini tidak benar. Faktanya, perempuan juga memiliki kemampuan berpikir logis dan analitis yang sama kuat seperti laki-laki.”
Syifa ingin menunjukkan bahwa perempuan juga mampu berprestasi dalam bidang teknologi. Dia ingin menginspirasi wanita lain untuk berani mengikuti passion mereka dan tidak terhalang oleh stigma.
“IT bukan hanya untuk satu gender,” kata Syifa. “Bidang ini terbuka untuk semua orang.”
“Jangan Memilih IT karena FOMO”
Setelah lulus dari DBS Foundation Coding Camp, Syifa bertekad untuk mengikuti program MSIB dan mendapatkan pekerjaan dalam bidang data science. Dia ingin menggunakan pengetahuannya untuk membuat dampak positif bagi dunia.
“Saya sangat terbantu dengan program beasiswa dari DBS dan Dicoding ini, karena telah membuka peluang bagi saya untuk mengembangkan diri dan mencapai impian saya,” ucapnya.
Syifa Azzahro menutup kisahnya dengan pesan inspiratif untuk para peserta DBS Foundation Coding Camp selanjutnya. Menurutnya, jangan terburu-buru dalam menentukan karier impian dalam bidang IT, mengingat bidang ini sangat luas dan selalu ada hal baru untuk dipelajari.
Ia juga menekankan pentingnya rasa ingin tahu dan kemampuan problem solving. Rasa ingin tahu akan mendorong kita untuk terus belajar, sedangkan problem solving akan membantu kita menyelesaikan masalah dengan lebih efisien.
Tak kalah penting, Syifa mengingatkan agar para peserta tidak memilih IT hanya karena mengikuti tren (FOMO). Persiapan diri yang matang sangat penting untuk menghadapi berbagai tantangan di masa depan.
“Jangan lupa untuk selalu update dengan berita terbaru di bidang IT, terus belajar, dan tidak mudah merasa puas,” tutup Syifa.