Overfitting vs. Underfitting, Apa Bedanya?

Overfitting vs. Underfitting, Apa Bedanya?

Ketika belajar machine learning, istilah overfitting dan underfitting pasti sering muncul. Namun, jangan anggap ini sekadar istilah teknis belaka, lo! Kenapa? Jadi, memahami kedua konsep ini sangat penting untuk mengetahui seberapa baik model kita dalam memprediksi data baru. 

Coba bayangkan model machine learning seperti seorang siswa yang sedang belajar untuk ujian. Kalau siswa itu hanya menghafal soal-soal latihan tanpa benar-benar memahami konsepnya, ia mungkin bakal kesulitan saat menghadapi soal baru—itulah yang disebut overfitting

Sebaliknya, kalau belajarnya terlalu dangkal dan asal-asalan, hasilnya pun akan buruk—ini yang disebut underfitting. Jadi, menemukan keseimbangan yang pas antara kedua kondisi ini adalah kunci untuk membangun model yang efektif dan mampu menangkap pola dengan baik. 

💻 Mulai Belajar Pemrograman

Belajar pemrograman di Dicoding Academy dan mulai perjalanan Anda sebagai developer profesional.

Daftar Sekarang

Tentu saja, setiap permasalahan pasti ada penyebab dan solusinya. Begitu juga dengan overfitting dan underfitting dalam machine learning. Pada blog ini, kita akan membahas tuntas penyebab kedua masalah ini dan cara mengatasinya. 

Jangan sampai model yang kamu buat gagal mencapai performa optimal hanya karena terjebak dalam overfitting atau underfitting, ya. Rugi, dong! 😀

Yuk, simak terus blog ini agar kamu bisa memastikan modelmu bekerja optimal dan stabil. Dengan begitu, hasil prediksimu akan lebih akurat dan andal. Eits, ada pantun dulu, nih. Jangan lupa cakeeeep-nya, ya!

Jalan-jalan ke taman kota,
Jangan lupa membawa makanan.
Mari baca blog ini sampai selesai, ya.
Biar modelmu optimal dan jadi andalan!

Definisi dan Konsep Dasar

Dalam machine learning, tujuan utama kita adalah membangun model yang bisa belajar dengan baik dari data latih agar mampu membuat prediksi akurat pada data baru. 

Sayangnya, sering kali model yang dibangun menghadapi kesulitan untuk menemukan keseimbangan antara mempelajari pola-pola penting dan menghindari pemahaman berlebihan terhadap data latih. Di sinilah dua masalah umum muncul: overfitting dan underfitting.

Sebelum melangkah lebih jauh, mari kita pahami dulu alasan mengapa konsep ini memiliki peran yang penting. Pernahkah kamu mendengar ungkapan “terlalu fokus pada detail kecil hingga melupakan gambaran besar”?

Nah, overfitting mirip dengan itu, artinya model terlalu terfokus pada data latih sehingga akhirnya gagal menggeneralisasi pada data baru. Sebaliknya, underfitting terjadi ketika model terlalu sederhana sehingga tidak mampu menangkap pola yang ada. 

Kedua masalah ini tentunya bisa berdampak besar pada kualitas model yang kita bangun dan seberapa baik model tersebut berfungsi dalam praktik.

Bayangkan model machine learning seperti pakaian yang kita kenakan. Jika pakaian itu underfit, artinya terlalu longgar atau tidak pas di badan dan terlihat kebesaran. Dalam konteks machine learning, underfitting berarti model terlalu sederhana dan gagal menangkap pola penting dalam data sehingga performanya buruk.

Sebaliknya, jika pakaian overfit, nantinya itu terlalu ketat dan melekat erat di tubuh hingga membuat kita tidak nyaman. Ini seperti model yang terlalu fokus pada data latih sampai-sampai mempelajari detail yang tidak relevan sehingga gagal menggeneralisasi saat dihadapkan dengan data baru.

Adapun good fit adalah saat pakaian pas di badan, nyaman dipakai, dan terlihat rapi. Ini menggambarkan model yang memiliki keseimbangan sempurna, cukup kompleks untuk menangkap pola yang ada, tetapi tidak terlalu rumit hingga mempelajari detail yang tidak penting. Model dengan good fit inilah yang mampu membuat prediksi akurat dan andal.

Evaluasi Visualisasi Pola Data

Memahami pola data adalah langkah penting untuk mengevaluasi seberapa baik model machine learning bekerja. Dengan membaca gambar pola data, kita bisa melihat indikasi model mengalami overfitting atau underfitting. Mari kita bahas satu-persatu.

Mari kita lihat gambar dari kiri ke kanan. Pertama, pada model overfit, grafik klasifikasi menunjukkan garis pembatas antara dua kelas yang terlihat sangat rumit dan berliku-liku. Garis ini mengikuti data latih dengan sangat ketat, bahkan sampai mencakup outlier yang seharusnya tidak diperhatikan. 

Akibatnya, model ini jadi terlalu “menempel” pada data latih dan mengalami kesulitan saat dihadapkan dengan data baru. Di sisi lain, jika dilihat grafik regresinya, kita akan menemukan garis yang terlalu fleksibel, berusaha menyentuh semua titik data, termasuk noise, yang justru membuat model gagal dalam generalisasi.

Di sisi lain, underfitting terjadi ketika model terlalu sederhana untuk menangkap pola-pola penting dalam data. Pada grafik klasifikasi, model ini tampak dengan garis pemisah yang lurus dan sangat simpel sehingga tidak mampu membedakan kelas-kelas dengan baik. 

Pada sisi grafik regresi, garis prediksi cenderung datar atau linear, artinya hanya menangkap pola umum tanpa memperhatikan detail-detail yang ada. Hasilnya? Model ini kesulitan untuk mempelajari hubungan yang mendasar dalam data sehingga performanya buruk, baik pada data latih maupun data validasi.

Nah, ini nih yang kita cari! Model dengan good fit, artinya semuanya seimbang antara kompleksitas dan kemampuan untuk generalisasi. Dalam grafik klasifikasi, batas pemisahnya mengikuti pola data dengan baik tanpa berlebihan. 

Sementara itu, pada grafik regresi, garis prediksi mencerminkan tren utama tanpa terlalu terpengaruh oleh noise. Dengan model seperti ini, kita bisa berharap prediksi yang dihasilkan lebih akurat dan andal saat berhadapan dengan data baru.

Penyebab Overfitting dan Underfitting   

Nah, pada bagian sebelumnya kita sudah membahas tentang definisi serta gambaran dari overfitting dan underfitting. Tentu saja, setiap masalah pasti ada penyebabnya, bukan? Dengan mengetahui penyebabnya, kita bisa lebih mudah untuk mencegah masalah tersebut terjadi.

Seperti pepatah yang mengatakan, “mencegah lebih baik daripada mengobati.” Jadi, mari kita dalami penyebab-penyebab yang sering muncul di balik dua tantangan ini agar kita bisa mengambil langkah-langkah tepat dalam membangun model yang lebih baik dan andal. Berikut adalah beberapa penyebab utama yang perlu diperhatikan.

Kompleksitas Model

Overfitting biasanya terjadi ketika model memiliki terlalu banyak parameter atau fitur. Model yang kompleks seperti ini cenderung menangkap detail-detail kecil, termasuk noise atau gangguan, dalam data latih. 

Misalnya, jika kita menggunakan regresi polinomial dengan derajat tinggi untuk suatu data yang sebenarnya hanya memerlukan model lebih sederhana, seperti regresi linear, model tersebut akan terlalu menempel pada data latih. 

Akibatnya, meskipun model bisa menunjukkan akurasi tinggi saat diuji dengan data latih, tetapi performanya akan menurun ketika dihadapkan pada data baru yang belum pernah dilihat sebelumnya.

Sebaliknya, underfitting terjadi ketika model terlalu sederhana untuk menangkap pola-pola penting dalam data. Contohnya, jika kita menggunakan regresi linear untuk masalah yang seharusnya membutuhkan model lebih kompleks, model tersebut tidak akan mampu membedakan antara kelas-kelas atau tren yang ada. 

Hal ini menyebabkan kinerjanya buruk, baik saat diuji dengan data latih maupun dengan data validasi. Dengan kata lain, model underfit tidak memiliki cukup kekuatan untuk belajar dari data yang ada sehingga tidak bisa memberikan prediksi yang akurat.

Jumlah Data Latih

Jumlah data latih juga memiliki pengaruh besar terhadap kualitas model yang dibangun. Pada overfitting, ketika jumlah data latih terbatas dengan kompleksitas model tinggi, model akan berusaha untuk “menghafal” data tersebut. 

Hal ini menyebabkan model terlalu fokus pada detail-detail yang tidak penting, termasuk noise, sehingga tidak mampu melakukan generalisasi dengan baik. Dalam arti lain, model akan berhasil dengan baik pada data latih, tetapi akan kesulitan saat menghadapi data baru yang berbeda karena hanya mampu mengenali pola yang sangat spesifik dalam data latih.

Di sisi lain, underfitting terjadi ketika jumlah data latih yang tersedia terlalu sedikit dan model yang digunakan juga terlalu sederhana. Pada kasus ini, model tidak memiliki cukup informasi untuk memahami pola-pola dalam data. 

Model yang kekurangan informasi ini cenderung mengabaikan banyak aspek penting sehingga tidak mampu membuat prediksi secara akurat. Dengan demikian, baik overfitting maupun underfitting menunjukkan pentingnya jumlah data latih yang memadai untuk mendukung pelatihan model yang efektif.

Durasi Pelatihan

Durasi pelatihan model juga berperan penting dalam menentukan kinerja model yang dihasilkan. Pada kasus overfitting, jika proses pelatihan dilakukan terlalu lama, model akan cenderung belajar dari detail-detail spesifik dalam data latih, termasuk pola yang tidak relevan. 

Tentunya, model akan berfokus untuk mengurangi kesalahan pada data latih sebanyak mungkin, tetapi hal ini justru mengabaikan kemampuan untuk generalisasi. Akibatnya, meskipun model mungkin memiliki performa baik pada data latih, ia akan kesulitan ketika dihadapkan pada data baru yang tidak pernah dilihat sebelumnya.

Sebaliknya, dalam kasus underfitting, jika proses pelatihan dihentikan terlalu cepat, model tidak mendapatkan cukup waktu untuk mempelajari pola-pola pada data. Ini mengakibatkan model tidak mampu menangkap hubungan pada data dengan baik. 

Model yang kurang terlatih ini berkemungkinan besar gagal untuk mengenali pola yang paling dasar sehingga kinerjanya buruk baik pada data latih maupun data validasi. Dengan demikian, penting untuk menemukan durasi pelatihan yang tepat agar model dapat belajar secara optimal tanpa terjebak dalam overfitting atau underfitting.

Relevansi Fitur

Relevansi fitur adalah faktor kunci yang memengaruhi kinerja model dalam machine learning. Dalam kasus overfitting, penggunaan terlalu banyak fitur, terutama yang tidak relevan, dapat membuat model menjadi sangat rumit. 

Model akan berusaha menangkap setiap variasi dalam data, termasuk pola-pola acak yang sebenarnya tidak ada hubungannya dengan target yang ingin diprediksi. Dengan demikian, model menjadi “terlalu terlatih” pada data latih dan kesulitan untuk generalisasi saat dihadapkan pada data baru.

Sebaliknya, jika model menggunakan terlalu sedikit fitur yang relevan, ini dapat menyebabkan underfitting. Model yang sederhana ini tidak mendapatkan informasi cukup untuk belajar dari data. Akibatnya, model akan kesulitan dalam memahami pola-pola yang ada dan membuat prediksi secara akurat. 

Dalam kedua kasus ini, penting untuk memilih fitur secara tepat—cukup banyak untuk memberikan informasi yang dibutuhkan tanpa menambah kompleksitas yang tidak perlu—agar model dapat berfungsi dengan baik dan memberikan hasil optimal.

Metode Deteksi Overfitting dan Underfitting   

Nah, setelah kamu sudah memahami penyebab overfitting dan underfitting, langkah selanjutnya adalah belajar cara mengidentifikasi bahwa model yang dibangun mengalami salah satu dari kedua masalah tersebut. 

Secara garis besar, ada dua hal penting yang bisa kita perhatikan untuk mengevaluasi performa model, yaitu learning curve dan evaluasi performa pada data latih dan data uji. Mari kita bahas.

Learning Curve

Learning curve adalah alat visual yang sangat membantu untuk memahami performa model belajar seiring bertambahnya data latih. Dengan melakukan plotting performa model pada data latih dan data uji terhadap jumlah data latih yang digunakan, kita dapat mengamati pola yang muncul. 

Jika kita menemukan bahwa akurasi pada data latih sangat tinggi, tetapi akurasi pada data uji tetap rendah, itu berarti model kita mengalami overfitting. Ini menunjukkan bahwa model terlalu fokus pada detail data latih dan tidak bisa generalisasi dengan baik. 

Sebaliknya, jika akurasi pada kedua data, baik latih maupun uji, rendah dan hampir sejajar, itu adalah tanda underfitting. Ini menandakan bahwa model terlalu sederhana dan tidak mampu menangkap pola dalam data. 

Evaluasi Performa pada Data Latih dan Data Uji

Metode lain yang efektif untuk mendeteksi overfitting dan underfitting adalah dengan membandingkan kinerja model pada data latih dan data uji. Dengan cara ini, kita bisa mendapatkan gambaran yang lebih jelas mengenai seberapa baik model bekerja dalam berbagai kondisi.

Overfitting terjadi jika model menunjukkan hasil yang sangat baik pada data latih, misalnya dengan akurasi tinggi, tetapi performanya menurun signifikan saat diuji dengan data uji. 

Dalam situasi ini, meskipun model terlihat sangat akurat dan efektif pada data latih, ia tidak mampu menerapkan pengetahuan tersebut pada data yang belum pernah dilihat sebelumnya, yang berisiko mengurangi keandalannya di dunia nyata.

Misalkan kita membangun model untuk mengklasifikasi jenis cuaca berdasarkan suhu, kecepatan angin, curah hujan, dan kelembapan. Setelah melatih model, kita mendapatkan hasil sebagai berikut.

  • Data Latih:
    • Akurasi: 95%
  • Data Uji:
    • Akurasi: 60%

Dalam contoh ini, model menunjukkan akurasi yang sangat tinggi pada data latih, yaitu 95%. Namun, saat diuji dengan data uji yang baru, akurasi turun drastis menjadi 60%. 

Hal ini menunjukkan bahwa model telah “mempelajari” detail-detail kecil dan noise dari data latih sehingga tidak dapat generalisasi dengan baik pada data baru. Ini adalah indikasi klasik dari overfitting.

Sebaliknya, underfitting terjadi ketika model menunjukkan hasil yang buruk pada kedua set data, baik data latih maupun data uji. Ini bisa menjadi tanda bahwa model tersebut terlalu sederhana untuk menangkap hubungan dalam data. Dengan kata lain, model tidak cukup kompleks untuk menangani masalah yang ada sehingga kinerjanya rendah pada semua data yang diberikan.

Sebaliknya, kita menggunakan model yang sangat sederhana untuk mengklasifikasi jenis cuaca. Setelah melatih model, kita mendapatkan hasil sebagai berikut.

  • Data Latih:
    • Akurasi: 50%
  • Data Uji:
    • Akurasi: 48%

Pada contoh ini, baik model pada data latih maupun data uji menunjukkan akurasi yang rendah (50% dan 48%). Ini menunjukkan bahwa model terlalu sederhana untuk menangkap pola dalam data. Model tidak mampu memahami hubungan antara fitur-fitur yang ada dan target yang ingin diprediksi. Kondisi ini merupakan contoh dari underfitting.

Teknik Mengatasi Overfitting dan Underfitting

Sekarang kita sudah memahami cara mendeteksi overfitting dan underfitting. Lalu, apa langkah yang harus diambil jika model kita ternyata mengalami salah satu dari masalah ini? Tenang guys, ada beberapa teknik yang bisa membantu mengatasi masalah ini. Check it out!

Kompleksitas Model

Salah satu cara mengatasi overfitting dan underfitting adalah dengan menyesuaikan kompleksitas model. Overfitting sering terjadi ketika model terlalu kompleks, misalnya pada model dengan banyak parameter atau layer dalam neural network

Untuk mengatasinya, model dapat disederhanakan dengan mengurangi jumlah parameter atau memilih model yang lebih sederhana. Contohnya, mengganti model yang kompleks dengan model linear regression atau decision tree sederhana dapat membantu mengurangi overfitting dan meningkatkan kemampuan generalisasi.

Sebaliknya, underfitting terjadi ketika model terlalu sederhana dan tidak mampu menangkap pola penting dalam data. Solusinya adalah meningkatkan kompleksitas model dengan menambahkan parameter, menambah layer pada neural network, atau menggunakan model yang lebih canggih. 

Sebagai contoh, beralih dari linear regression ke neural network atau mengganti decision tree sederhana dengan random forest dapat membantu model lebih efektif dalam mempelajari dan memahami pola pada data.

Jumlah Fitur yang Digunakan

Jika model menggunakan terlalu banyak fitur, terutama yang tidak relevan, risiko overfitting menjadi lebih tinggi. Model ini cenderung mempelajari pola acak dalam data latih yang sebenarnya tidak berhubungan dengan target prediksi sehingga performanya menurun saat diuji dengan data baru. 

Solusi efektif untuk masalah ini adalah melakukan seleksi fitur, yaitu proses mengurangi jumlah fitur hanya menjadi yang paling signifikan. Teknik seperti feature importance atau recursive feature elimination bisa digunakan untuk menentukan fitur yang sebaiknya dipertahankan.

Di sisi lain, underfitting terjadi ketika model tidak memiliki cukup fitur yang relevan untuk menangkap pola penting dalam data. Model ini gagal mempelajari hubungan yang diperlukan untuk membuat prediksi akurat. 

Untuk mengatasi underfitting, menambahkan fitur-fitur baru yang berhubungan dengan target prediksi atau melakukan teknik feature engineering dapat membantu meningkatkan kinerja model. Feature engineering bisa melibatkan pembuatan fitur-fitur baru dari data yang sudah ada, seperti kombinasi fitur atau transformasi tertentu yang lebih mewakili pola yang ada.

Jumlah Data Latih

Ketika data latih terbatas, model berisiko mengalami overfitting karena cenderung “menghafal” data yang tersedia, termasuk noise atau detail yang tidak relevan. Akibatnya, model tampil sangat baik pada data latih, tetapi gagal saat diuji dengan data baru. Salah satu solusi efektif adalah menambah jumlah data latih agar model dapat mempelajari pola yang lebih general dan mampu melakukan generalisasi dengan lebih baik.

Sementara itu, underfitting biasanya disebabkan oleh model yang terlalu sederhana, bukan oleh terbatasnya jumlah data. Model yang sederhana tidak mampu menangkap pola penting dalam data sehingga menambah jumlah data latih mungkin hanya memberikan sedikit perbaikan pada performa. 

Meskipun demikian, memiliki data latih lebih banyak tetap dapat meningkatkan akurasi hingga batas tertentu, terutama jika model yang digunakan kemudian dioptimalkan dengan lebih baik.

Durasi Pelatihan

Overfitting bisa terjadi ketika model dilatih terlalu lama sehingga model mulai mempelajari detail-detail kecil atau noise yang hanya ada di data latih. Akibatnya, model jadi kurang baik dalam memprediksi data baru karena terlalu terikat pada data latih. 

Untuk mengatasi ini, kita bisa menggunakan early stopping, yaitu menghentikan pelatihan lebih awal sebelum model mulai mempelajari hal-hal yang tidak penting.

Sebaliknya, underfitting terjadi ketika model tidak dilatih cukup lama sehingga tidak sempat mempelajari pola-pola penting dalam data. Model yang kurang terlatih ini tidak bisa membuat prediksi secara akurat karena belum cukup “belajar” dari data. Solusinya adalah menambah jumlah epoch atau durasi pelatihan supaya model punya waktu lebih untuk mempelajari data dengan baik.

Regularization

Overfitting dapat diatasi dengan menggunakan teknik regularization, seperti L1 (Lasso) atau L2 (Ridge). Teknik ini memberikan penalti pada kompleksitas model sehingga model harus menyederhanakan koefisiennya dan tidak terjebak pada noise atau detail yang tidak penting dalam data latih. Dengan cara ini, model akan lebih mampu menggeneralisasi dan tampil baik pada data baru.

Di sisi lain, jika model mengalami underfitting, hal ini bisa terjadi karena regularization yang terlalu kuat membuat model menjadi terlalu sederhana. Akibatnya, model tidak dapat belajar pola dalam data. 

Untuk memperbaiki ini, kita bisa mengurangi kekuatan regularization atau bahkan menghilangkannya sepenuhnya agar model dapat belajar dengan lebih baik dan menangkap pola-pola penting yang ada.

Penutup

Dalam dunia machine learning, memahami overfitting serta underfitting adalah kunci untuk membangun model yang efektif dan akurat. Kita telah membahas berbagai penyebab dari kedua masalah ini, mulai dari kompleksitas model, jumlah data latih, hingga durasi pelatihan dan fitur yang digunakan. 

Selain itu, kita juga telah melihat cara mendeteksi dan mengatasi masalah-masalah ini dengan teknik yang tepat.

Apakah kamu siap untuk mendalami dan menerapkan pembahasan blog ini dalam proyekmu? Tadaaaaaaaaaaa, kita punya kabar bahagia yang harus disebarkan, nih! Per tanggal 18 Oktober 2024 lalu, kami telah merilis pembaruan kelas Belajar Machine Learning untuk Pemula secara super besar-besaran, lo! 

Kelas ini dirancang untuk memberikan kamu pengetahuan dari dasar hingga penerapan machine learning pada berbagai contoh data dan studi kasus. Setiap proses yang dibahas akan diuraikan secara detail dan mendalam, lengkap dengan berbagai studi kasus yang relevan. 

Eits, tentunya nggak ketinggalan, dong! Pada kelas ini, kita juga membahas overfitting dan underfitting dengan lebih detail, lengkap dengan coding-nya, lo! Jadi, kamu bisa langsung praktik dan paham cara mengatasi masalah ini pada model machine learning-mu. 

Yuk, buruan enroll kelasnya dan asah skill kamu di dunia machine learning bareng Dicoding! Kami tunggu kamu di kelas, ya! 

See you there! 

💙💙💙 from the Dicoding team …


Belajar Pemrograman Gratis
Belajar pemrograman di Dicoding Academy dan mulai perjalanan Anda sebagai developer profesional.