Di era ini, banyak organisasi menghadapi pilihan penting dan sulit dalam menentukan infrastruktur teknologi informasi (IT) yang akan digunakan untuk mendukung operasional bisnis. Salah satu model yang masih digunakan hingga kini adalah sistem on premise. Namun, apa itu on premise sebenarnya, dan bagaimana model ini berbeda dibandingkan pendekatan lain seperti cloud computing?
Selanjutnya melalui artikel ini, kita akan bersama-sama membahas secara mendalam mengenai pengertian on premise, kelebihan dan kekurangannya, serta perbandingan singkat dengan teknologi komputasi awan (cloud computing). Dengan memahami konsep ini, pastinya kamu dapat membuat keputusan yang lebih relevan melalui solusi IT yang sesuai untuk bisnis/project kamu.
Apa Itu On-Premise?
Secara sederhana, on premise adalah pendekatan di mana infrastruktur IT seperti server, perangkat lunak, dan sistem penyimpanan data dimiliki dan dioperasikan langsung oleh perusahaan. Semua perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software) disimpan secara fisik di lokasi perusahaan atau pusat data mereka sendiri. Sistem ini dikelola oleh tim IT internal dan tidak bergantung pada penyedia layanan eksternal seperti halnya cloud computing.
đź’» Mulai Belajar Pemrograman
Belajar pemrograman di Dicoding Academy dan mulai perjalanan Anda sebagai developer profesional.
Daftar SekarangDalam model on premise, perusahaan bertanggung jawab penuh atas keamanan, pemeliharaan, pembaruan sistem, dan pengelolaan infrastruktur IT-nya sendiri. Pendekatan ini populer sebelum revolusi cloud computing, tetapi masih digunakan hingga hari ini, khususnya oleh perusahaan yang memiliki kebutuhan tinggi terhadap kontrol dan privasi data.
Kelebihan Model On Premise
Meskipun teknologi komputasi awan saat ini semakin populer, model on premise tetap memiliki sejumlah keunggulan spesifik yang membuatnya relevan untuk jenis usaha tertentu. Berikut adalah beberapa manfaat utama dari sistem on premise:
Kontrol Penuh terhadap Data dan Infrastruktur
Karena semua sistem dimiliki dan dioperasikan secara internal, perusahaan memiliki kontrol penuh atas data, hardware, dan software-nya. Hal ini sangat penting untuk organisasi di sektor yang memiliki regulasi ketat, seperti keuangan, kesehatan, atau lembaga pemerintahan.
Keamanan Lebih Tinggi
Banyak perusahaan memilih sistem on premise karena diyakini menawarkan tingkat keamanan yang lebih tinggi. Data tidak keluar dari jaringan internal, sehingga risiko akses tidak sah dari pihak ketiga dapat diminimalisir, terutama jika perusahaan memiliki standar keamanan yang baik.
Kustomisasi Sistem
Pendekatan on premise memungkinkan perusahaan untuk menyesuaikan software dan infrastruktur sesuai kebutuhan operasional mereka, sehingga lebih fleksibel dalam hal konfigurasi teknis dan integrasi dengan sistem lain.
Koneksi Stabil tanpa Ketergantungan pada Internet
Sistem on premise dapat berjalan secara lokal tanpa memerlukan koneksi internet, yang sangat menguntungkan bagi perusahaan di wilayah dengan konektivitas terbatas atau bagi aplikasi yang membutuhkan waktu respons cepat (low latency).
Kekurangan dan Tantangan Sistem On Premise
Walau memiliki berbagai keunggulan, sistem on premise juga datang dengan sejumlah tantangan yang perlu diperhatikan secara cermat sebelum diimplementasikan dalam lingkungan bisnis.Â
Tantangan-tantangan ini tidak hanya menyangkut aspek biaya, tetapi juga mencakup sumber daya manusia, fleksibilitas, dan kemampuan adaptasi teknologi dalam jangka panjang. Berikut beberapa tantangan utama dalam penerapan sistem on premise.
Biaya Awal yang Tinggi
Salah satu kelemahan paling mencolok dari implementasi on premise adalah tingginya investasi awal yang dibutuhkan. Perusahaan harus menyediakan anggaran besar untuk membeli hardware (server, penyimpanan data, perangkat jaringan), lisensi perangkat lunak, serta infrastruktur pendukung seperti pendingin ruangan dan sistem kelistrikan yang stabil. Tak hanya itu, biaya pembangunan ruang server atau pusat data juga menjadi beban tambahan yang tidak bisa diabaikan.
Tanggung Jawab Operasional
Dengan mengandalkan sistem on premise, seluruh pengelolaan infrastruktur berada di tangan perusahaan sendiri. Ini berarti perusahaan harus memiliki tim IT internal yang andal untuk melakukan pengawasan, pemeliharaan, pembaruan sistem, hingga mengatasi gangguan teknis yang mungkin terjadi.Â
Selain itu, tanggung jawab keamanan data juga sepenuhnya berada di pihak perusahaan, termasuk dalam hal mengantisipasi ancaman serangan siber, kebocoran data, hingga bencana fisik seperti kebakaran atau banjir.
Skalabilitas Terbatas
Berbeda dengan cloud computing yang memungkinkan perluasan kapasitas secara cepat dan mudah, sistem on premise membutuhkan waktu dan investasi tambahan untuk meningkatkan kapasitas penyimpanan atau daya komputasi. Setiap penambahan kapasitas berarti ada kebutuhan investasi ulang untuk membeli perangkat keras baru, mengatur ulang konfigurasi sistem, hingga memperluas ruang penyimpanan fisik. Ini tentu menyulitkan perusahaan yang mengalami pertumbuhan cepat atau menghadapi lonjakan trafik musiman.
Risiko Kehilangan Data
Segala bentuk kerusakan pada infrastruktur on premise seperti kegagalan server, korsleting listrik, atau kesalahan konfigurasi bisa menyebabkan sistem down dalam waktu yang lama. Tanpa sistem cadangan (backup) dan pemulihan bencana (disaster recovery) yang baik, risiko kehilangan data penting menjadi sangat besar. Hal ini menjadi perhatian penting terutama untuk organisasi yang menangani transaksi atau data dalam jumlah besar setiap hari.
Perbandingan On Premise dan Cloud Computing
Aspek | On Premise | Cloud Computing |
Kepemilikan Infrastruktur | Dimiliki dan dikelola langsung oleh perusahaan | Disediakan dan dikelola oleh penyedia layanan cloud |
Lokasi Penyimpanan Data | Di dalam perusahaan / data center internal | Di server jarak jauh milik penyedia cloud |
Biaya Awal | Tinggi (perlu investasi perangkat keras & perangkat lunak) | Relatif rendah (berbasis langganan / pay-as-you-go) |
Skalabilitas | Terbatas, memerlukan upgrade perangkat fisik | Tinggi dan fleksibel, dapat disesuaikan secara instan |
Waktu Implementasi | Memakan waktu lama (instalasi fisik & konfigurasi manual) | Cepat, bisa aktif dalam hitungan menit/jam |
Kontrol Sistem | Tinggi, penuh berada di tangan perusahaan | Tergantung pada layanan dan SLA penyedia cloud |
Pemeliharaan Sistem | Dikelola secara internal oleh tim IT perusahaan | Dikelola oleh penyedia layanan cloud |
Keamanan | Tinggi jika dikelola dengan baik, namun bergantung pada SDM | Didukung enkripsi & compliance, namun tergantung penyedia |
Koneksi Internet | Tidak bergantung pada internet untuk menjalankan sistem | Wajib koneksi internet stabil untuk mengakses layanan cloud |
Ketersediaan & Disaster Recovery | Bergantung pada sistem backup internal perusahaan | Biasanya disertai fitur failover & pemulihan otomatis |
Kustomisasi Aplikasi | Lebih fleksibel, bisa dimodifikasi sesuai kebutuhan | Tergantung fitur yang disediakan oleh layanan |
Cocok untuk | Perusahaan besar, sektor dengan regulasi ketat (mis. keuangan, kesehatan, pemerintahan) | Startup, UKM, dan bisnis yang mengutamakan fleksibilitas |
Satu pertanyaan penting yang sering muncul adalah: mana yang lebih baik, on premise atau cloud computing?
Jawabannya sangat bergantung pada kebutuhan dan tujuan bisnis. Jika perusahaan membutuhkan kontrol penuh, keamanan tinggi, dan sudah memiliki infrastruktur serta SDM IT yang mumpuni, maka on premise bisa menjadi pilihan yang tepat.
Di sisi lain, jika kamu mencari fleksibilitas, skalabilitas cepat, serta ingin menekan biaya awal, maka teknologi cloud computing mungkin lebih cocok digunakan pada bisnis atau perusahaan.Â
Kesimpulan
Sistem on premise masih menjadi pilihan utama bagi banyak perusahaan, terutama mereka yang mengutamakan keamanan, privasi, dan kontrol terhadap data serta infrastruktur IT. Namun, pendekatan ini membutuhkan investasi besar serta manajemen teknis yang memadai.
Kini seiring perkembangan teknologi, banyak organisasi mulai beralih ke hybrid cloud—kombinasi antara on premise dan cloud computing—untuk mendapatkan manfaat terbaik dari kedua model ini. Mari kita bahas lebih dalam tentang konsep hybrid cloud ini dilain kesempatan.
Akhir kata, penting bagi setiap pelaku bisnis dan praktisi IT untuk memahami karakteristik masing-masing pendekatan agar dapat menentukan strategi infrastruktur yang paling sesuai. Dengan begitu, teknologi dapat benar-benar berperan sebagai penggerak utama keberhasilan bisnis di era digital ini.
Sekian pembahasan artikel kali ini, terima kasih sudah membaca artikel ini sampai akhir! Sampai jumpa di artikel lainnya. đź‘‹