Halo, semuanya! 👋
Dalam artikel sebelumnya, kita telah menggali dua insight menarik dari buku How to Win Friends & Influence People in the Digital Age karya Dale Carnegie. Buku ini ternyata penuh dengan pelajaran penting yang tidak bisa hanya dibahas sekali! 😯
Kini, kita akan melanjutkan review-nya. Pastikan untuk cek blog pertama, jika belum, supaya kamu enggak ketinggalan konteksnya!
Insight 3: Cara Mendapatkan dan Menjaga Kepercayaan Orang Lain
Hindari Argumen
Berargumen itu seperti lomba tarik tambang, masing-masing pihak ingin menarik lawan ke posisinya, tetapi ujung-ujungnya malah makin jauh dari titik temu. Kenapa? Karena kebanyakan orang berdebat bukan untuk mencari solusi, tetapi untuk membuktikan bahwa dirinya benar.
💻 Mulai Belajar Pemrograman
Belajar pemrograman di Dicoding Academy dan mulai perjalanan Anda sebagai developer profesional.
Daftar SekarangAlih-alih menghabiskan energi untuk beradu pendapat, cobalah negosiasi. Negosiasi itu soal mendengarkan, memahami, dan mencari jalan tengah yang saling menguntungkan. Hasilnya? Kamu dapat solusi yang lebih sustainable tanpa perlu drama.
Lula, mantan presiden Brasil, punya cerita menarik soal ini. Dia berasal dari latar belakang sederhana dan punya misi besar memberantas kemiskinan di Brasil. Namun, dia enggak pakai cara konfrontasi untuk mencapai tujuan itu.
Sebaliknya, dia memilih membangun dialog dengan pemuka bisnis kaya. Fokusnya? Ekonomi yang tumbuh untuk semua pihak. Strategi itu berhasil.
Seperti kata ibunya Lula:
“Dua orang tak bisa bertarung kalau salah satunya tidak bersedia.”
Jadi, kalau kamu ingin membangun sesuatu yang baik, pilih jalur negosiasi, bukan argumen.
Jangan Pernah Berkata “Kau Salah”
Mengatakan “Kamu salah” mungkin terasa melegakan, tetapi sering kali justru memperburuk suasana. Kalimat seperti itu cenderung membuat orang defensif, diskusi jadi kurang nyaman, dan tujuan awal yang ingin dicapai malah menjauh.
Diskusi yang produktif dimulai dengan sikap rendah hati, menyadari bahwa kita mungkin belum tahu semua fakta atau bisa saja keliru. Ketika membuka diri, orang lain juga akan lebih mudah mendengarkan dan mempertimbangkan sudut pandang kita.
Saat ingin memberikan pendapat atau koreksi, gunakan pendekatan yang tidak menghakimi. Ganti “Kamu salah” dengan “Gimana kalau kita lihat dari sudut pandang ini?” atau, “Menurutku ada cara lain yang bisa dicoba.” Pendekatan seperti ini menciptakan suasana kolaborasi yang positif.
Akui Kesalahan dengan Cepat dan Sungguh-Sungguh
Siapa, sih, yang enggak pernah salah? Semua orang pernah, kok, tetapi enggak semua orang berani mengakuinya. Padahal, ada kepuasan tersendiri dari punya keberanian untuk berkata, “Ya, itu salahku.”
Mengakui kesalahan itu lebih dari sekadar tanggung jawab—itu juga tentang melepaskan rasa bersalah yang sering bikin kita gelisah. Alih-alih sibuk membela diri atau mencari alasan, berani bilang, “Aku salah” justru membuat kita terlihat lebih dewasa dan bisa dipercaya.
Enggak cuma bikin diri sendiri lebih lega, sikap ini juga bikin orang lain lebih menghargai kita. Mereka melihat bahwa kita peduli, mau belajar, dan enggak gengsi untuk memperbaiki diri. Ini bukan soal jatuh, tetapi soal bangkit dengan lebih kuat.
Awali dengan Sikap Ramah
Sikap ramah itu seperti kunci sederhana yang bisa membuka banyak pintu. Dengan keramahan, suasana jadi lebih cair, santai, dan nyaman untuk membangun komunikasi yang baik.
Saat bersikap ramah, kamu secara enggak langsung mengatakan, “Aku menghargai kamu dan ingin hubungan ini berjalan dengan baik.” Hal ini membuat orang lain merasa dihargai dan lebih mudah untuk merespons dengan sikap yang sama.
Keramahan juga jauh lebih efektif dibandingkan amarah atau paksaan. Dalam situasi apa pun, sikap ramah punya kekuatan untuk mencairkan ketegangan, membangun kepercayaan, dan menemukan solusi bersama.
Mengakses Afinitas
Pada era media sosial, kamu pasti sering mengunggah konten untuk mendapatkan like atau komentar. Semua itu sebenarnya adalah bentuk kecil dari kata “ya” yang menunjukkan persetujuan orang lain.
Dalam kehidupan sehari-hari, kemampuan membuat orang berkata “ya” sangat penting, terutama jika kamu ingin meyakinkan orang lain untuk mendukung ide, solusi, atau ajakanmu.
Contoh menarik adalah strategi Microsoft setelah kegagalan Windows Vista. Mereka melibatkan pengguna melalui kampanye “I am a PC”. Dengan mengundang orang mengirim video lewat YouTube, Microsoft menciptakan koneksi langsung dengan pelanggannya. Pendekatan ini membuat pengguna merasa didengar dan lebih mudah berkata “ya” pada brand mereka.
Kuncinya, semakin banyak “ya” yang kamu kumpulkan di awal, semakin besar peluangmu untuk mendapatkan dukungan lebih lanjut. Pendekatan ini berlaku di mana saja, baik dalam bisnis, media sosial, maupun hubungan personal. Mulailah dengan menciptakan pengalaman yang membuat orang nyaman dan merasa dihargai.
Biarkan Orang Lain Mendapat Pengakuan
Kamu pernah merasa sebagai orang yang paling berjasa dalam sebuah tim? Wajar kok, tetapi jangan sampai perasaan itu membuatmu lupa menghargai usaha rekan-rekanmu. Dalam tim, setiap orang punya perannya masing-masing.
Tanpa mereka, mungkin hasil yang kamu capai tidak akan sebaik sekarang. Jadi, penting banget untuk belajar berbagi apresiasi dan pengakuan dengan anggota tim lainnya.
Kunci kerjasama yang sehat adalah melepaskan ego. Kadang, enggak penting siapa yang terlihat paling berjasa. Hal terpenting adalah tujuan bersama tercapai dan semua pihak merasa dihargai.
Dengan begitu, bukan cuma hasil kerja yang sukses, tetapi juga hubungan dalam tim jadi lebih solid. Percayalah, ketika kamu memberi ruang bagi orang lain untuk bersinar, kamu juga akan mendapatkan pengakuan tanpa harus memintanya.
Salah satu mindset yang bisa kamu terapkan adalah melihat kesuksesan tim sebagai kesuksesanmu juga. Saat rekanmu mendapat pengakuan, itu artinya kerja tim kalian diakui. Jadi, bukannya merasa tersaingi, kamu justru harus bangga. Karena tanpa usahamu dan mereka, pengakuan itu enggak akan tercapai.
Terlibat Secara Empatik
Sering kali kita fokus pada sudut pandang sendiri tanpa mencoba memahami orang lain. Padahal, meluangkan waktu untuk melihat dari perspektif orang lain bisa membantu kita lebih menghargai perasaan dan gagasan mereka. Inilah inti dari keterlibatan empatik: merasakan dan memahami hal yang orang lain rasakan.
Contohnya, pada tahun 2010, pemain baseball Armando Galarraga seharusnya mencatatkan permainan sempurna, tetapi wasit Jim Joyce membuat keputusan kontroversial yang merugikan Galarraga.
Alih-alih marah dan menghancurkan reputasi wasit, Galarraga memilih untuk tetap tenang dan memahami perspektif Joyce, yang akhirnya meminta maaf atas kesalahannya. Tindakan empati ini menciptakan kedamaian bagi keduanya.
Empati membantu kita berkomunikasi lebih jujur dan membangun hubungan yang lebih dalam. Ketika kita terlibat empatik, orang akan merasa dihargai dan lebih terbuka. Ini juga penting dalam kerja tim karena bisa meningkatkan kerjasama dan menemukan solusi yang lebih tepat.
Penutup
Terima kasih sudah mengikuti pembahasan kali ini! Semoga insight-insight dari How to Win Friends & Influence People in the Digital Age bisa memberikan perspektif baru dalam cara kita berinteraksi dan membangun hubungan di dunia digital. 🌟
Jangan lupa, komunikasi yang efektif adalah kunci untuk membuka banyak peluang, baik dalam karier maupun kehidupan pribadi. Semoga kamu bisa menerapkan tips-tips ini dengan lebih percaya diri dan bijaksana. Sampai ketemu lagi dalam artikel selanjutnya!