Kisah Putra Kepulauan yang Karir Developer di Luar Negeri
Tentu banyak dari kita yang ingin karir developer di luar negeri. Harapan akan gaji dan kualitas hidup paripurna, membumbung tinggi. Tapi sudah tahukah rahasia mewujudkannya?
Untuk itu, kita akan menyimak cerita karir seorang developer Indonesia di tanah rantau. Perkenalkan, Erwandy (28 tahun), lulusan Dicoding, Senior Software Engineer di Deloitte Taiwan. Perusahaan tempat ia bekerja tersohor dengan sebutan “the Big Four” top firma audit global. Seleksi internalnya terkenal ketat, berlapis, dan sophisticated alias tak main-main.
💻 Mulai Belajar Pemrograman
Belajar pemrograman di Dicoding Academy dan mulai perjalanan Anda sebagai developer profesional.
Daftar SekarangLantas bagaimana ceritanya putra daerah Karimun, Kepulauan Riau ini berhasil dipercaya pada posisi strategisnya kini? Sosok pemuda bersemangat ini antusias berbagi 3 rahasianya. Mari simak.
#1 Rahasia 1: Kesukaan yang Murni (Genuine Interest) pada Dunia IT
“The only way to do great work is to love what you do” (Steve Jobs)
Miliki kecintaan pada dunia IT. Ciptakan lewat perkaya diri dengan informasi.
Dulu tak ada yang menyangka anak kabupaten terluar di Indonesia ini akan berhasil melabuhkan karirnya di mancanegara. Bahkan Erwandy sendiri mengaku, “Tadinya nggak ada pikiran kerja di luar. Tertinggi, cita-cita saya kuliah aja. Eropa atau Amerika, mimpi saya.”
Lahir dan besar di pulau yang jauh dari imaji urban dan modernisasi digital, Erwandy ingin sekali menyibak dunia. Tulisan lusuh “Kuliah Luar Negeri, Bisa!” masih tertempel di meja kamarnya sejak SMA. Itulah motivasi setianya menyukai dunia sains dan teknologi. Dengan jadi ahli di bidang ini, ia yakin mampu raih kualitas hidup yang lebih tinggi.
Dulu saat SMA ia langganan tabloid telepon seluler yang populer di tahun 2000-an. Saking gandrungnya, ia sampai hafal segala jenis jenama (brand) telepon genggam dan spesifikasinya, di luar kepala. Dari situ paham bahwa di dunia digital, perubahan dan inovasi bergerak sangat cepat. “Menantang!” serunya.
Untuk membuktikan tekad, Erwandy merantau kuliah S1 ke kampus AMIKOM Yogya, jurusan Sistem Informasi. Empat (4) tahun studi di kampusnya, ia mantap persiapkan diri menjadi seorang mobile developer, khususnya di bidang Android. Saat lulus, ia menyandang IPK Cum Laude 3.9. Tapi itu tidak cukup. Lantas? Simak berikutnya:
#2 Rahasia #2: Portfolio Terbaik Berisi Kumpulan Karya Digitalmu
“CV sebagus apapun, tak akan dilirik tanpa produk yang riil. Faktanya saya diterima di Deloitte Taiwan karena Portofolio saya” (Erwandy)
Persiapkan portofolio dirimu. Tampilkan karya-karya digital terbaikmu yang relevan untuk melamar di perusahaan luar negeri
Seorang developer wajib punya portofolio berupa kumpulan karya digitalnya. Ini bukanlah skripsi, tesis, atau dummy/purwarupa/prototype, melainkan produk riil yang telah berfungsi sepenuhnya untuk user.
Erwandy telah mempersiapkan ini sejak kuliah. Menurutnya ada beberapa cara kita bisa menghasilkan portfolio terbaik agar diterima kerja di perusahaan kelas dunia:
- Mengikuti Kelas Programming yang Berorientasi Hasilkan Karya Digital Sendiri
Belajarlah di tempat di mana kamu dituntun lantas dituntut hasilkan karya digitalmu sendiri. Tidak mudah, tapi ini mutlak perlu jika kamu ingin berkembang.
Erwandy belajar di beberapa platform edu-tech online berstandar industri global, termasuk Dicoding. Faktanya ia member setia Dicoding sejak hari ke-4 kami berdiri pada Januari 2015. Dari 8 kelas Dicoding yang ia luluskan, fokusnya adalah alur belajar Android Developer. Jebolan Beasiswa IDCamp 2019 dari Indosat Ooredoo ini telah mentas hingga kelas Belajar Fundamental Aplikasi Android di mana ia membuat aplikasi Movie Database-nya sendiri lewat teori dan tutorial Dicoding.
“Saat melamar kerja di Deloitte, saya menyertakan portofolio Dicoding saya. Tak hanya bermanfaat sehingga saya diterima, materi yang terstruktur dan step-by step dari Dicoding seperti Firebase, Retrofit, dan Glide pun masih kepake dalam pekerjaan saya sekarang.” (Erwandy)
- Mengikuti Lomba Karya Digital yang Bergengsi
Lomba adalah jalan pintas untuk menghasilkan karya bermutu, bertemu dengan para developer yang lebih andal, dan membuka peluang baru.
Tak peduli kamu siswa/i SMP ataupun telah bekerja, ikutilah kompetisi karya digital. Kamu jadi terlatih untuk bersaing kompetitif guna menghasilkan solusi terbaik. Sejak SMA Erwandy rutin mengikuti Olimpiade. Lantas di bangku kuliah, ia dan tim sempat berpartisipasi pada banyak kompetisi, termasuk Indonesian ICT Awards 2013, salah satu Challenge bergengsi Kemenkominfo kala itu.
Berbasis Java Desktop, karyanya merupakan sebuah Sistem Pakar/Expert System bernama DESA yang berfungsi membantu Petani menentukan jenis tanaman berdasar kemiringan tanah, suhu udara, dsb. Produk tsb menjadi salah satu portofolio kebanggaan dan meluaskan jejaringnya dengan Kemenkominfo. “Saya bangga telah berani berkompetisi. Lomba bantu kita asah portofolio, latih PD, dan cari peluang,” tambahnya.
Kamu pun bisa mengikuti kompetisi berlevel nasional. Manfaatkan fitur Dicoding Challenge dengan sungguh-sungguh.
- Mengambil Job Freelance
Jangan pandang kerja freelance setengah mata. Di sini kamu jadi terlatih bernegosiasi dan memenuhi permintaan client.
Kegiatan ini bisa kamu lakukan sembari kuliah atau pun kerja full time. Saat masih kuliah, Erwandy sempat bekerja freelance untuk sebuah software house rujukan Bank Indonesia. Platform Web dan App “SiGadis” buatannya membantu BI cabang Bali untuk berikan info harga pasar untuk komoditas domestik pasar di sana.
Setelah mengikuti 4 hal di atas, selamat! Kamu telah menelurkan beberapa produk karyamu sendiri. Lantas bagaimana cara mengemasnya?
Miliki profil LinkedIn yang baik. Lalu presentasikan gambar hasil karyamu dalam bentuk beberapa lembar dokumen yang menarik dan dalam bahasa Inggris. Berikut ini dari Erwandy hanyalah contoh. Ciptakanlah portofolio-mu sendiri yang sangat menjual untuk perusahaan kelas dunia.
#3 Bahasa Asing dan Skill Multikultural
Menguasai bahasa Inggris itu mutlak. Tapi itu saja tidak cukup. Jika kamu ingin berkarir di sebuah negara non bahasa Inggris, kuasai lingua franca-nya juga.
Erwandy pada awalnya hanya bisa menguasai Bahasa Inggris. Tapi setelah ia menempuh studi S2-nya di bidang Bio Informatika & Medical Engineering dan bekerja part time di Taiwan, mau tak mau ia harus mempelajari bahasa setempat. Lulus dari kampus Asia University dengan keahlian bahasa Mandarin, ia dipercaya bekerja 4 tahun di sebuah perusahan nasional sebagai Web & Android Developer.
Hasil dari semua pengalamannya, sejak 2019 ia mulai menapaki karir baru. Kini di Deloitte ia berperan sebagai Senior Software Engineer. Apa kesannya?
“Kerja di perusahaan multinasional itu, sangat fokus pada kerja tim, profesionalisme, kerja terstruktur, dan mengutamakan kesempurnaan dalam menghasilkan karya apapun itu. Perusahaan multinasional sekelas Deloitte sangat menghargai pentingnya talenta dan investasi pengembangan SDM. Saya bersyukur rutin dapat training hardskill.” (Erwandy)
Jika kamu kadang minder, latih untuk PD dari sekarang. Dalam kerja tim antarnegara, perlu sikap luwes dan tak boleh minder. Kita dituntut untuk berkomunikasi dengan tim beragam latar belakang. Jika hadapi kesulitan, kamu harus siap untuk rapat dengan tim di negara lain dan cari solusi bersama.
Ingin juga berkarir developer hingga kerja di luar negeri tapi tak yakin kamu bisa?
Apapun latar belakangmu, mari belajar untuk tidak menyerah pada keadaan. Erwandy, putra Karimun, telah membuktikan. Ke depan, ia ingin membangun startup-nya sendiri, mungkin di bidang pendidikan atau lainnya.
Kamu pun bisa. Mari persiapkan portofolio terbaik yang mengantarmu ke sana.
Kisah Putra Kepulauan Terluar Indonesia yang Karir Developer di Luar Negeri – end
Mari simak kisah developer kelas dunia lainnya: