Justin Ananda Kusnadi: Wujudkan Cita-cita Programmer Sejak Usia 14 tahun
Justin Ananda Kusnadi (14 tahun) awalnya habiskan waktu dengan main games dan Youtube saja. Itu semua berubah sejak programmer difabel ini mengenal dunia coding yang menantang. Siswa SMP Kelas 2 SLB B Dharma Wanita Bogor ini kini punya cita-cita baru dalam hidupnya: jadi programmer. Meski tak bisa mendengar sejak lahir, Justin telah membuktikan tekadnya dengan menjadi peserta kelas Menjadi Android Developer Expert termuda di Dicoding. Seperti apa kisahnya? Mari kita simak.
Awalnya Tak Punya Cita-cita Programmer
Layaknya anak jaman sekarang, dulu Justin banyak habiskan waktunya dengan screentime di telepon genggam. Jika tidak nge-game VGA dan balap mobil, ya lihat video-video di Youtube. Begitu setiap harinya.
💻 Mulai Belajar Pemrograman
Belajar pemrograman di Dicoding Academy dan mulai perjalanan Anda sebagai developer profesional.
Daftar SekarangBagi kedua orang tua Justin, Kusnadi (ayah) dan Lany (ibu) yang sungguh-sungguh sedang mengeksplorasi minat dan bakat putranya, tentu ini sedikit meresahkan. Main games dan nonton video Youtube tidak produktif. Untuk Justin. ini hanya hiburan semata.
Pindah Sekolah demi Belajar Coding
Hingga pertengahan 2019 lalu sang papa mengenalkan komunitas belajar coding untuk programmer tuli di kota Bogor, yaitu Wonder Koding Bootcamp. Dari situ beliau melihat ketertarikan Justin yang tinggi pada komputer dan proses memecahkan masalah.
Begitu seriusnya dukungan orang tua, sehingga mantap memindahkan sekolah Justin ke SLB yang jauh dari rumah namun dekat dari fasilitas belajar ngoding.
Kenapa SLB? Saat masih bayi, orang tua Justin curiga kenapa buah hatinya tak merespon bunyi-bunyian. Setelah serangkaian tes audiometri, kesimpulannya adalah pendengaran Justin tidak bisa menangkap bunyi-bunyian an alias tak bisa mendengar sama sekali. Karena itulah sedari kecil Justin bersekolah di SLB.
Sekolah baru Justin adalah Sekolah Luar Biasa Dharma Wanita kota Bogor yang bertipe B. Tipe “B” di sini berarti murid-muridnya khusus penyandang tuna rungu saja.
Justin menjadi 1 dari 52 anak level SD – SMA yang bersekolah di sana. Lewat bahasa isyarat, siswa kelas 1 SMP ini mengaku “Senang” setelah pindah ke SLB baru ini. Apa yang ia pelajari?
Menemukan Dunianya di Programming
SLB tempat Justin bersekolah memang tak biasa. Selesai belajar pukul 12 siang, anak-anak bisa lanjut mengikuti kegiatan eksktrakurikuler berupa belajar programming bersama Wonder Koding Bootcamp.
Teman-teman Justin di Angkatan Pertama seluruhnya penyandang disabilitas tuli. Bedanya, Justin adalah yang paling bontot di antara teman-temannya yang rata-rata berusia 20-21 tahun dan telah lulus dari SLB. Ada yang bisa mendengar sedikit, ada pula yang tak bisa mendengar sama sekali seperti Justin. Dalam hening, mereka berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat.
Membuat Aplikasi berbasis IONIC
Anak sulung dari 3 bersaudara ini dikenalkan pada tools belajar coding paling sederhana yang cocok untuk memulai belajar, yakni SCRATCH. Selama 4 kali per minggu dari pukul 14.00 – 17.00 WIB Justin dan teman-temannya mulanya belajar SCRATCH bersama instruktur yang juga member Dicoding, Vito Rizki Imanda.
Dalam belajar, mereka juga dibantu oleh guru bahasa isyarat, Heri Hamdani. Beliau tak henti menerjemahkan perkataan Vito ke dalam bahasa isyarat yang mereka pahami. Hasilnya Justin dan teman-teman satu kelompoknya mampu membuat sebuah project aplikasi berbasis IONIC berjudul Motoshop. Mereka mempresentasikan aplikasi tersebut saat bertandang ke kantor Dicoding beberapa bulan silam.
Tak berhenti di sekolah, Justin juga lanjut membuka laptop-nya di rumah. “Main (game) dan coding” ungkap Justin menyeringai. Buat Justin, programming memang dunia barunya yang sangat menyenangkan!
Menjadi Peserta kelas Menjadi Android Developer Expert
Petualangan Justin belajar coding berlanjut saat ia mendapatkan beasiswa coding IDCamp dari Indonesia Ooredoo untuk belajar mengembangkan aplikasi android mobile di Dicoding Academy. Dua bulan perjuangannya menuntaskan kelas belajar Membuat Aplikasi Android untuk Pemula tak sia-sia. Ia berhasil lulus dan meraih sertifikat level pemula yang membawanya lanjut ke level expert.
Baru-baru ini Justin mengikuti IDCamp Bootcamp untuk penyandang disabilitas yang diadakan di sekolahnya 9 – 13 Desember lalu. Dengan bimbingan dua Academy Content Writer kami yang telah mendapat sertifikasi Google Associate Android Developer, Dimas dan Arif, ia dan ketujuh teman-teman Wonder Koding Bootcamp belajar dari pukul 9.00 s.d. 17.00 WIB setiap harinya.
“Justin itu suka banget ketemu yang merah-merah (kode eror).”
Heri Hamdani (guru penerjemah bahasa isyarat
Selama pelatihan Justin memang terlihat sangat senang jika berhasil menyelesaikan yang “merah-merah” alias eror. Daya tangkapnya kuat. Sekali diajari sebuah materi Android, ia bisa memahami dan mengembangkan materi tersebut.
Saat ia menemukan eror, wajahnya meringsek maju mendekati layar hingga sejarak kepalan tangan. Dengan wajah penuh selidik, sesekali ia menggeram berteriak jika tak menemukan jawabannya. Dahinya berkerut namun tetap fokus tanpa menoleh kanan kiri untuk bertanya. Saat instruktur mendekat, barulah ia meminta bantuan. Ia menunjuk-nujuk layar di bagian barisan kode error tersebut. Kalau tetap tak mengerti, Justin menggaruk-garuk kepalanya atau menopang dagunya tanda bingung.
Tak bisa bicara untuk bertanya, memang. Tapi Justin sangat ekspresif dan suka menjalin kontak. Ini memudahkan trainer kami, Dimas dan Arif, untuk memberi petunjuk langkah selanjutnya yang mesti ia lakukan.
Justin, Gambaran Anak Indonesia Masa Depan
Anak usia 14 tahun tapi sudah belajar coding? Hingga hari tulisan ini diketik, hal tersebut masih langka. Justin sendiri peserta kelas Menjadi Android Developer Expert yang termuda di Dicoding Academy.
Yang pasti, Justin adalah gambaran anak Indonesia di masa depan. Masih ingat Menteri Pendidikan Nadiem Makarim dan wacana mewajibkan anak-anak di sekolah belajar dasar-dasar coding?
Mengutip dari pertemuan Menteri dengan asosiasi guru seluruh Indonesia (11/4), liputan detik.com menyebutkan
“Satu hal yang menarik tadi kan dari yang saya wakili ada teman-teman dari asosiasi guru TIK. Bicara tentang kurikulum TIK dihapus. Kan gitu. Ya Pak Menteri sudah tahu, sekarang sudah enggak zamannya lagi anak diajarin caranya pake word, tapi bagaimana coding. Nah, itu yang beliau akan arahkan ke sana,” tutur Indra.
Indra Charismiadji, Direktur Eksekutif Center for Education Regulations and Development Analysis (CERDAS),
Bedanya, buat Justin dunia coding adalah pilihan sadar yang ia ambil, tidak diwajibkan oleh siapapun.
Pesan Penting untuk Orang Tua dan Calon Orang Tua
Justin, anak tuna rungu dengan visi dan usaha yang istimewa. Kok bisa? Tentunya ada peran orang tua di sana.
Sebelum belajar coding, orang tua Justin lebih dulu memperkenalkan matematika dan bahasa Inggris, dua materi yang memang wajib dikuasai oleh calon programmer.
Orang tua Justin percaya bahwa di masa depan teknologi dan digitalisasi akan semakin masif. Menguasai coding berarti menguasai life skill yang diperlukan untuk mandiri dan maju. Karena itulah di rumah sang ayah kerap memberi latihan soal matematika dan bahasa Inggris berulang-ulang pada Justin. Ini terbukti membantunya menguasai logika dan algoritma. Rahasia lainnya:
“Sebagai orang tua, kami hanya memberikan fasilitas agar Justin menemukan minat dan bakatnya. Memang sejak ada latihan coding, dia jadi menemukan dunianya. Justin capable of things yang bahkan orang tuanya sendiri gak sadar dari awal bahwa dia bisa.”
(Kusnadi, ayahanda Justin)
Pesan di atas penting nih, buat kamu calon atau yang sudah jadi orang tua. Orang tua mesti aktif bantu dan arahkan anak menemukan minat dan bakatnya. Berilah kebebasan pada anak untuk belajar hal-hal yang ia sukai hingga menemukan satu bidang yang paling membuatnya senang. Setia damping anak belajar.
Memiliki anak berkebutuhan khusus, orang tua Justin mengaku tidak minder sama sekali. Justru kemauan belajar Justin yang tinggi membuat mereka kian bersemangat mendukung penuh proses belajar Ananda.
“Buat saya, tidak ada tantangan yang berat. Penghasilan dari saya dan istri, full buat anak-anak. Selama saya masih bisa support dia, saya akan dukung.”
(Kusnadi, ayahanda Justin)
Kata Mereka Tentang Justin
Jadi yang paling muda, bukan berarti yang paling lambat dalam belajar. Justru sebaliknya.
“Justin tipe orang yang suka dan penasaran dengan semua hal yang berbau IT. Saya pernah melihat project di aplikasinya berisi library WorkManager, padahal itu adalah materi yang ada di akhir modul Dicoding. Walaupun usianya terbilang paling muda, tapi pemahaman logikanya bagus. Hanya dengan diberi tahu sekali, biasanya dia bisa melanjutkan sendiri tanpa lihat kanan kiri.”
Arif Faizin,
(Android Development Trainer, Dicoding)
Justin, anak Indonesia yang selangkah lebih di depan dengan belajar Android Expert di usia ini. Jadi penyandang tuli bukan hambatan meraih cita-cita programmer.
Bagaimana dengan kamu? Sudahkah kamu bersemangat dalam belajar?
Justin Ananda Kusnadi: Wujudkan Cita-cita Programmer Sejak Usia 14 tahun – end
———————————————
Kamu juga punya cita-cita programmer? Ubah kebiasaan nonton Youtube dan nge-game kamu dengan belajar:
Simak juga beberapa profil lulusan Academy lainnya berikut ini: