Memo kuning memenuhi pintu kulkas di rumah Istia Budi (45 thn), guru-dosen IT asal Balikpapan. Isinya: things-to-learn –nya. Sejak kecil Meidiana Putri, anak semata wayangnya, ikut-ikutan membuat memo. Sosok ayah dan lembaran post-it di kamar, jadi inspirasi. Pak Istia boleh bangga. Sang putri (16 thn) diterima kuliah di UGM sebagai mahasiswi termuda.
Tak Pernah Kehabisan Baterai
“Pak Istia,” begitu kami memanggil beliau. Di perhelatan Bekraf Developer Day (BDD) 7 Oktober lalu, sosok ramah ini didaulat jadi local hero. Dari atas panggung beliau memotivasi 500+ pemuda/i Kalimantan Timur. “Ayo, maksimalkan kesempatan ini!” Beliau tak henti berpesan.
Siapapun murid beliau, pasti sepakat. Pengajar yang satu ini, sangat energik dan inspiratif. Istilahnya, “tak pernah kehabisan baterai.” Saat tahu jadwalnya yang super padat, kami spontan bertanya “Nggak cape Pak?”. Beliau lirih menjawab “Saya ingin hidup saya bermanfaat untuk orang-orang di sekitar saya.” Tak heran, berbagi dan mengajar adalah panggilan hidup sekaligus hobinya.
Berubah Haluan Menjadi Dosen
Alasan di atas yang jadi pertimbangan kala ia mengambil keputusan besar dalam karir. Beberapa tahun silam beliau berkarir di sebuah perusahaan IT terkemuka di Indonesia. Certified expert di bidang infrastruktur jaringan. Zona nyaman yang ia nikmati setelah 17 tahun bekerja.
Namun ia merasa hidupnya akan lebih bermanfaat dengan berbagi. Tekadnya untuk menjadi guru/dosen IT, sudah bulat. Tanpa ragu, ia mengundurkan diri dari jabatan.
Kini beliau mengasuh beberapa materi IT bagi siswa/i di Balikpapan, tepatnya di SMK Pancadarma, Poltek Negeri Balikpapan, STMIK Balikpapan, ASMI Airlanggaa, dan LP3i.
Pucuk Dicinta Ulam Tiba
Di komunitas akademis Pak Istia sadar betul akan perkembangan teknologi terkini. Android programmer amat dibutuhkan. Menurutnya, “Skill programming, terlebih mobile programming, sangat penting.” Namun tempo 2017 silam ia belum menguasai, apalagi menularkan keahlian tersebut pada siswanya.
Partisipasinya pada BDD Balikpapan 2017 lalu, mengubah semuanya. Di sana ia kian penasaran saat bersentuhan dengan jejaring baru di dunia pemrograman. Terlambat kah? Tidak baginya. Meski sudah berkepala empat, beliau ingin serius belajar pemrograman Android.
Pucuk dicinta, ulam tiba. Peribahasa ini pas menggambarkan beliau di awal 2018. Ia menemukan pengumuman 1,000 beasiswa Google via Dicoding. Tanpa pikir panjang, ia merengkuh kesempatan tersebut.
Next? Ia diterima! Perjalanan menuntaskan kelas Menjadi Android Developer Expert, dimulai.
Sebagai pemula, ia merasa termudahkan dengan materi berbahasa Indonesia dan pendekatan terstruktur step-by-step di kelas MADE. Pasca “Train the Trainer” atau offline tutorial yang diberikan Dicoding dan Google kepada para pengajar, beliau berhasil menuntaskan kelasnya tepat waktu. Namun, tekadnya belajar Android programming, belum selesai. Ia ingin mencoba kelas Kotlin Android Developer Expert dan Menjadi Game Developer Expert.
Care pada Mahasiswa
Dengan pengalaman beliau belajar kelas MADE, terbitlah kalimat motivasi favoritnya. “Pasti bisa dong. Saya yang udah tua gini aja belajar. Masa kalian yang muda-muda nggak?”
Mahasiswa/i Pak Istia memang betah berlama-lama ngobrol dengannya. Beliau amat care (perhatian). Tak hanya di ruang kelas, di luar juga. “Itu mahasiswa saya Mbak. Jangan salah. Dia udah punya anak itu,” kelakarnya saat seorang pemuda tanggung maju meringsek maju ke gerai Dicoding. Sang mahasiswa pun hanya bisa tersenyum meringis. Beliau memang dekat dengan anak didiknya.
Jadi, jangan kaget. Penggiat baca buku ini telah memberikan rujukan kepada 200 mahasiswanya. Yes, 200 orang. Referral tersebut merupakan syarat mereka mendaftar beasiswa. Pak Istia adalah salah satu dosen dengan referral terbanyak sejauh ini!
Bentuk perhatiannya pada siswa/i ia tunjukkan dengan cara yang nyata. Sesudah menyelesaikan submission, ia selalu berbagi materi bagian tersebut pada anak didiknya. “Alhamdulillah, selain berbagi, jadi nempel materinya. Mahasiswa-mahasiswa itu lebih pinter, lebih cepet dibanding saya,” imbuhnya.
Aktif Berkecimpung di Komunitas
Di Balikpapan, kota yang kini sudah seperti tanah kelahirannya ini, beliau banyak berkecimpung di komunitas. Salah satunya adalah di Dilo atau Digital Lounge, komunitas penggerak IT yang anggotanya berasal dari kalangan siswa SMP hingga profesional. Di sana ia kerap berbagi keahlian, termasuk menantang peserta pelatihan membuat mading (majalah dinding) jaman now, alias mading berbasis Android. Wow!
Selain itu Pak Istia juga merupakan Ketua Relawan Teknologi Informasi dan Telekomunikasi yang membudayakan literasi digital bersama Menkominfo. Di KADIN (Kamar Dagang Indonesia), beliau membawahi bidang e-commerce.
Awalnya itu Cinta Belajar dan Tanggung Jawab
“Kok bisa semangat sekali?” tanya kami.
Tersenyum lebar ia menjawab “Karena saya cinta belajar. Gimana menumbuhkan cinta belajar? Ya dengan melatih diri sendiri untuk bertanggung jawab!”
Jadi paham nih, cerita beliau di awal tentang kegemarannya menempel memo di kulkas (atau tepatnya “di mana saja!” ungkapnya).
Setiap rencana di memo itu, rupanya cara beliau mengingatkan diri tentang tanggung jawab.
Begitu pula bunyi memo tersiratnya pada sang putri. Gadis yang memanggil ayahnya dengan sebutan “Bro” ini, juga mengerti. Sikap cinta belajar dan penuh tanggung jawab itu, kuncinya motivasi diri.
Kami pun paham, Pak. Belajar itu harus cinta, bukan karena terpaksa. Got it! Terima kasih Pak.