Cerita Febri Pujiani, Lulusan SIB Dicoding Cycle 4 yang Menjadi Talenta Digital Andal karena Belajar dari Kegagalan
“Jangan biarkan kegagalan menentukan siapa dirimu. Kamu harus biarkan kegagalan mengajarimu.”
Barack Obama, Presiden ke-44 Amerika Serikat
Talenta digital lekat dengan sikap pantang menyerah dan senantiasa memiliki rasa haus untuk terus belajar. Hal serupa dimiliki Febri Pujiani (21), seorang perempuan asal Boyolali yang bersemangat untuk mengejar impiannya di dunia teknologi. Dengan sikap positif, ia menganggap bahwa kegagalan bukanlah akhir dari segalanya, melainkan langkah awal menuju kesuksesan.
Ketekunan yang Febri miliki berhasil menjadikan kegagalannya sebagai batu loncatan untuk meraih karier impian. Bagaimana perjalanan Febri hingga akhirnya berhasil memulai karier di dunia digital? Mari kita simak kisahnya!
💻 Mulai Belajar Pemrograman
Belajar pemrograman di Dicoding Academy dan mulai perjalanan Anda sebagai developer profesional.
Daftar SekarangRasa Bosan yang Membuat Febri Tertarik Membangun Website Sendiri
Lahir di Boyolali, Jawa Tengah, Febri tumbuh di tengah keluarga yang sederhana. Ayahnya adalah seorang peternak sapi, sedangkan ibunya bekerja sebagai pedagang nasi keliling. Sebagai sulung dari dua bersaudara, Febri adalah anggota keluarga pertama yang mendapat kesempatan untuk mengenyam pendidikan hingga perguruan tinggi.
Melihat perjuangan kedua orang tuanya dalam membesarkannya, Febri bertekad untuk membuat mereka bangga. Motivasinya untuk menyelesaikan pendidikan tepat waktu dan mendapatkan pekerjaan impian sangat kuat.
“Keluarga saya memiliki latar belakang yang penuh perjuangan. Oleh karenanya, saya tak ingin mengecewakan kedua orang tua saya dengan senantiasa bersemangat dalam belajar dan berusaha untuk tekun,” ujarnya.
Ada kisah menarik tentang bagaimana Febri tertarik dengan teknologi. Sebenarnya, di SMK, Febri mengambil jurusan Administrasi Perkantoran, di mana ia bergelut dengan perangkat lunak pengolah kata, Microsoft Office, setiap hari. Rutinitas tersebut membuat Febri merasa bosan dan melahirkan satu pertanyaan di benaknya, “Bagaimana kalau saya membuat website sendiri?”
Dari situ, ia bertekad untuk melanjutkan pendidikan yang berkaitan dengan Teknologi Informasi (TI). Oleh karenanya, menjelang seleksi tertulis untuk masuk ke perguruan tinggi negeri, atau yang pada saat itu disebut dengan SBMPTN, Febri mencari perguruan tinggi dengan jurusan Sistem Informasi (SI).
“Tidak semua jurusan SI atau TI bisa diambil oleh lulusan SMK seperti saya. Untungnya, saat itu, Universitas Negeri Surabaya (Unesa) sedang membuka program studi SI melalui jalur SBMPTN,” begitu cerita Febri.
Tanpa ragu, Febri pun mendaftar ke Unesa. Sebelum ikut seleksi jalur SBMPTN, Febri sempat mendaftar lewat jalur SNMPTN yang mengandalkan nilai rapor. Sayangnya, ia gagal di sana.
Meski belum berhasil pada jalur SNMPTN, Febri tak menyerah. Ia bangkit dan mencoba lagi dengan mendaftar melalui jalur SBMPTN yang mengandalkan tes tertulis. Rampung melewati ujian tersebut, Febri berhasil diterima dalam program studi Sistem Informasi di Unesa. Sejak saat itu, perjalanan Febri untuk menjadi talenta di bidang IT dimulai.
Sempat Kesulitan Mengerjakan Proyek karena Minim Kemampuan Coding
Di kampus, Febri mulai mempelajari ilmu pemrograman. Rupanya, belajar ilmu teknologi tak semudah yang dibayangkan. Kesulitan untuk memahami pembelajaran membuat Febri sempat merasa salah jurusan.
“Impian saya adalah membuat website. Namun, sampai tahun kedua, saya masih belajar dasar pemrograman dengan sysHUB dan C# atau C Sharp,” katanya.
Menjelang semester 5, Febri mendapatkan mata kuliah manajemen proyek. Pada mata kuliah tersebut, ia dan kawan-kawan di kelasnya mendapatkan tugas untuk membuat aplikasi smart city berbasis website dan mobile. Sayangnya, sebagai project manager, Febri kesulitan untuk “terjun” langsung pada proyeknya karena kemampuan coding yang terbatas.
Berkaca dari pengalaman tersebut, Febri memutuskan untuk memperdalam ilmu front-end dan back-end pada semester 6. Keinginan tersebut menuntunnya pada program Studi Independen Bersertifikat (SIB) Dicoding yang bisa memberikannya pelatihan intensif dan terstruktur. Tanpa berpikir dua kali, ia memutuskan untuk mendaftar ke program ini demi menjadi talenta digital berkaliber tinggi.
Pantang Menyerah, Meski Submission Ditolak Sampai Sepuluh Kali
Setelah mendaftar program SIB Dicoding, Febri berhasil diterima. Perjalanan belajarnya dalam program ini bukan tanpa hambatan. Sebagai seseorang yang mulai belajar dari nol, ia menghadapi banyak tantangan selama berproses, salah satunya adalah penolakan submission sebanyak sepuluh kali. Namun, dukungan dari teman-teman membantunya melewati masa-masa sulit tersebut.
Selain teman-temannya, Febri juga bercerita bahwa mentor-mentor Dicoding sangat aktif membantu. Bahkan, ketika ia mengalami penolakan submission tersebut, mentornya segera mengatur pertemuan secara rutin dan memberikan bimbingan yang diperlukan agar Febri bisa memperbaiki performanya.
Saat ditanya satu hal yang berubah dari dirinya setelah mengikuti SIB Dicoding, Febri menjawab bahwa sekarang, ia menjadi pribadi yang lebih proaktif. Dirinya sadar bahwa untuk tumbuh dan berkembang, ia harus terlibat aktif dalam proses belajar bersama talenta digital lainnya.
“Selama perkuliahan, saya cenderung pasif. Namun, ketika mengikuti SIB Dicoding, saya didorong untuk menjadi seseorang yang berani bertanya dan menjawab pertanyaan dari mentor,” ungkapnya.
Secara keseluruhan, SIB Dicoding telah memberikan pengalaman belajar yang berharga bagi Febri. Meski sempat mengalami hambatan selama prosesnya, ia merasa bahwa dukungan dari orang-orang di sekitarnya telah membantunya mengatasi hambatan dan terus maju menjadi talenta unggulan di bidang IT.
“Semua akan Datang di Waktu yang Tepat, Bukan di Waktu yang Cepat”
Setelah melewati 900 jam belajar di SIB Dicoding Cycle 4, Febri berhasil lulus dan memiliki kepercayaan diri untuk mulai melamar berbagai posisi magang. Dari beragam lowongan yang dilamarnya, kabar baik datang dari PT Tatacipta Teknologi Indonesia, sebuah perusahaan teknologi informasi yang berbasis di Surabaya. Di perusahaan tersebut, Febri dipercaya untuk menjadi project support analyst intern.
Sebagai seorang pemagang, Febri memiliki tanggung jawab yang beragam. Ia terlibat dalam beberapa proyek, salah satunya adalah pembangunan aplikasi single dashboard. Di sini, ia bertanggung jawab sebagai analis sistem dan juga membuat UI/UX, menggunakan keterampilan yang dipelajari selama mengikuti SIB Dicoding.
“Dulu, waktu menjalani capstone project, kelompok saya membuat UI/UX dan belajar Figma juga. Alhamdulillah, ilmu ini terpakai di tempat magang,” ucap Febri.
Lebih lanjut, ilmu tentang aspek pengembangan perangkat lunak, termasuk pengujian API dengan Postman dan visualisasi data, turut membantunya. Bisa dibilang bahwa ilmu dari SIB Dicoding telah membekalinya untuk bersaing di dunia teknologi saat ini. Setelah masa magangnya selesai, Febri berfokus untuk menyelesaikan skripsi.
Telah mendapatkan kesempatan untuk belajar di SIB Dicoding serta memperoleh pengalaman magang sesudahnya, membuat Febri ingin para peserta SIB Dicoding lainnya bisa mengikuti jejaknya sebagai talenta digital unggulan. Ia menegaskan bahwa kunci keberhasilannya adalah fokus pada proses belajar yang sedang tengah dijalani. Meski terkadang sulit, ia tak pernah berhenti menyemangati diri sendiri dan teguh untuk menjadi pribadi yang pantang menyerah.
“Jangan menyerah dulu karena Tuhan mengingatkan bahwa ‘Bersama kesulitan selalu ada kemudahan,’” ungkap Febri.
Ia menambahkan bahwa selama kita memiliki tujuan yang jelas, kita bisa melewati semua hambatan. Tak perlu terburu-buru karena langkah kecil yang konsisten akan membawa kita lebih dekat dengan apa yang kita inginkan. Sebagai penutup, Febri mengutip sebuah kalimat penyemangat.
“Semua akan datang di waktu yang tepat, bukan di waktu yang cepat.”