Annisa Tahira: Programmer Perempuan di Balik Jakarta Smart City
Kita kerap mendengar bahwa jumlah programmer perempuan itu sedikit. Tidak hanya di Indonesia, kenyataan ini juga jamak di dunia.
Hanya 3 % perempuan di dunia yang memilih studi IT di perguruan tinggi. (UNESCO, 2017)
Lebih lanjut, komposisi perempuan di jurusan Sains, Teknologi, Teknik, dan Matematika (atau kerap disebut “STEM”) adalah sebesar 35%. Padahal karir di bidang STEM adalah salah satu kunci penggerak inovasi yang menentukan masa depan.
💻 Mulai Belajar Pemrograman
Belajar pemrograman di Dicoding Academy dan mulai perjalanan Anda sebagai developer profesional.
Daftar SekarangKini perlahan profesi programmer yang semakin mengemuka, semakin dilirik oleh perempuan. Annisa Tahira (25), programmer perempuan di bidang Front-End, adalah salah satunya.
Sejak SMA hatinya sudah mantap ingin mempelajari IT. “Awalnya penasaran dengan aplikasi-aplikasi di handphone, kok bisa begini dan begitu. Ayah juga suka otak-atik komputer, install ini itu, akhirnya penasaran dan mau belajar lebih dalam tentang teknologi,” ujar Annisa. Seperti apa kisahnya? Mari kita simak.
Giat Berusaha Mengejar Kuliah di Bidang IT
Awalnya Annisa mengincar jurusan Teknik Informatika di salah satu PTN ternama pada SNMPTN 2014, tapi gagal. Dari 777.536 peserta seleksi, hanya 16% di antaranya yang dinyatakan lolos ke PTN. Tapi tidak dengan Annisa. Jalur SBMPTN dan Sekolah Ikatan Dinas pun, tidak lolos. Setelah 2 tahun berjuang, Annisa memutuskan mendaftar Perguruan Tinggi Swasta (PTS) Sekolah Tinggi Teknologi Terpadu Nurul Fikri. Bermodal ikhtiar, Annisa tetap memilih jurusan Teknik Informatika untuk mewujudkan mimpinya sebagai programmer perempuan hebat di masa depan.
Menuju Mimpi Programmer Perempuan
Di kampusnya Annisa menjadi 1 dari 5 mahasiswi. Ia mengaku sebagian besar teman laki-laki di kelasnya cepat dalam menyerap materi pemrograman, namun tidak dengannya. “Saya dan teman perempuan lain pada saat itu butuh berulang kali membaca materi atau mempraktekkannya kembali hingga benar-benar memahami apa yang dipelajari,” ujarnya. Meskipun demikian, Annisa yakin bahwa ia juga bisa belajar dan survive di jurusan yang pada umumnya didominasi oleh laki-laki.
Selama berkuliah Annisa selalu gigih dalam mempelajari materi pemrograman yang ada di kelasnya. “Jika mengalami kesulitan dalam belajar, saya dan teman-teman saling membantu dalam mencari solusinya,” kenangnya. Hal tersebut dikatakan cukup membantu Annisa di masa perkuliahannya. Meskipun sering belajar dan berdiskusi bersama teman-temannya, bukan berarti Annisa mengandalkan orang lain untuk survive di jurusannya. Annisa yakin, seorang mahasiswa terutama di bidang teknologi harus dapat explore materi pemrograman secara mandiri agar bisa benar-benar menguasai skill di bidang tersebut.
Berkat kegigihannya semasa kuliah, Annisa akhirnya dapat menyelesaikan studinya pada tahun 2020 di Jurusan Teknik Informatika. Tak hanya itu, ia lulus dalam tempo relatif singkat yaitu 3.5 tahun dan dengan predikat Cumlaude. Mimpi jadi programmer perempuan, selangkah lebih dekat!
Berprestasi di Luar Akademis itu Perlu
Akan tetapi, meskipun ia lulus dengan predikat terbaik, faktanya Annisa tak langsung diterima kerja di perusahaan yang ia lamar. Terlebih, ia mencari kerja saat awal pandemi COVID-19 sehingga saingannya pun, tak hanya fresh graduate, melainkan juga para pencari kerja yang di-PHK selama pandemi. Faktanya, Jobstreet, salah satu platform informasi lowongan pekerjaan menyatakan bahwa sebanyak 54 persen pekerja di Indonesia mengalami dampak signifikan akibat pandemi Covid-19 (https://www.jobstreet.co.id › covid-19-job-report-id).
Ia sadar, nilai bukanlah faktor utama untuk menembus karir sebagai seorang developer atau programmer. Dibutuhkan skill yang nyata dan mumpuni di luar ijazah kelulusan. Mau tak mau, ia harus kembali mempelajari apa saja yang belum ia kuasai sebagai developer yang sesuai dengan kebutuhan dunia industri saat ini.
Belajar di Dicoding agar Skill Menjadi Relevan
Annisa tak menyia-nyiakan kesempatan upskilling via belajar di platform Dicoding. Dengan kurikulum pembelajaran yang dikembangkan bersama perusahaan dan pemilik teknologi dunia sesuai kebutuhan industri terkini, Dicoding telah dipercaya oleh berbagai partner industri dan pemerintah untuk menyalurkan berbagai jenis program beasiswa guna pengembangan talenta digital Indonesia. Tercatat di tahun 2021, Dicoding telah aktif menyalurkan sebanyak 181.643 beasiswa coding untuk 82.857 developer Indonesia.
Tak mau ketinggalan, Annisa juga jadi salah satunya. Ia ingin upskilling demi memantaskan diri untuk menjadi programmer perempuan yang andal. Beasiswa pertama yang ia dapat adalah di bidang Front-End.
“Belajar di Dicoding membuat saya jadi makin tertarik tentang bidang Front-End ini.” (Annisa)
Hasilnya, setelah ia masuk ke dalam dunia kerja di sebuah startup, ia dipercaya sebagai Front-End Developer Junior. Tapi pengalaman itu pun hanya sebentar karena Ia menyadari bahwa ternyata masih banyak yang belum ia kuasai di bidang Front-End Developer.
Memantapkan Skill melalui Baparekraf Digital Talent
Melawan keputusasaan, Annisa merasa makin terdorong untuk menguasai skillnya lebih jauh. Dengan kutipan motivasi “true programmers never stop learning”, di bulan April hingga Juli 2021 Annisa kembali belajar melalui Baparekraf Digital Talent (BDT), salah satu program beasiswa/fasilitasi Dicoding yang bekerja sama dengan Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Baparekraf). Melalui program ini, Annisa dapat melanjutkan proses belajarnya di kelas mahir pada alur belajar Front-End Web Developer Dicoding Academy yaitu Menjadi Front-End Web Developer Expert.
Di waktu yang bersamaan, Annisa juga sedang berada di masa transisi pencarian kesempatan kerja baru. Saat itu ia mendapatkan informasi bahwa ada pembukaan lowongan kerja sebagai Front-End Developer di Jakarta Smart City (JSC) yang merupakan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) di bawah Dinas Komunikasi, Informatika, dan Statistik DKI Jakarta.
Hasilnya, ia menyisihkan 300 kandidat pelamar untuk posisi Front-End Developer di Jakarta Smart City. “Kalau rezeki tidak akan kemana,” ujarnya.
Selain fokus meniti karir sebagai Front-End Developer di JSC, pada bulan-bulan pertama Annisa juga membagi waktunya untuk menyelesaikan fasilitasi BDT yang ia dapatkan. Kerja sambil belajar, kenapa tidak? Sekiranya ia membutuhkan 90 jam untuk mengerjakan kelas Menjadi Front-End Web Developer Expert. Meskipun harus menyita waktu istirahat, Annisa berpegang teguh bahwa ia harus terus belajar. Katanya, “Pada saat itu saya harus lanjut belajar sesudah pulang kerja, kadang sampai jam 2 pagi, supaya bisa mengerjakan fasilitasi dari Dicoding dan Baparekraf ini. Meskipun cukup melelahkan karena harus menyeimbangkan waktu bekerja dan istirahat, akhirnya semua terbayarkan dengan lulus di kelas expert ini.”
Sampai sekarang, terhitung sudah 6 bulan semenjak Annisa meniti karir di JSC dari awal tahun 2021 sembari mengerjakan fasilitasi BDT. Ia sudah menemukan kecocokan dan kenyamanan di perusahaan tempat ia bekerja sekarang. Selama bekerja, ia bertanggung jawab untuk membuat tampilan website vaksinasi Jakarta (vaksinasi-corona.jakarta.go.id).
Berkat fasilitasi ini, saya jadi tahu lebih banyak mengenai Frontend Engineer Expert, seperti pentingnya web performance, code splitting dan masih banyak lagi. Hal-hal yang sebelumnya tidak saya perhatikan ternyata bisa sangat berdampak pada pengembangan project yang saya kerjakan yaitu vaksinasi-corona.jakarta.go.id. Website ini digunakan oleh Pemerintah DKI Jakarta untuk membuka pendaftaran vaksinasi bagi masyarakat. (Annisa)
Dengan optimis Annisa mengungkapkan harapannya agar semoga jumlah dan level keahlian para programmer perempuan di Indonesia, terus meningkat. Ia yakin bahwa peluang untuk maju di bidang ini sangatlah besar, termasuk untuk perempuan. Untuk visi pribadinya ia menargetkan dapat menjadi seorang Senior/Lead Front-End Developer dalam beberapa tahun ke depan. Untuk mencapai goal tersebut, ia akan tetap mengeksplorasi ranah Front-End Web Developer. “True programmers never stop learning,” tutupnya.
Annisa Tahira: Programmer Perempuan di Balik Jakarta Smart City
——
Simak kisah perempuan di dunia programming lainnya di artikel berikut ini: