Judul di atas, bukan clickbait apalagi judul sinetron. Ini cerita Ade Julita, programmer asal Batam. Dulu ia gemas lantaran lamar kerja sana sini, nggak dapet-dapet. “Adanya lowongan programmer,” kenangnya. Meski lulusan IT, pemrograman bukan bidangnya. Akhirnya, demi mendapat pekerjaan, terpaksalah ia belajar secara otodidak. Tak perlu lama-lama, ternyata Ade jatuh cinta. Learning by doing di kantor dan belajar 3 kelas Picodiploma Dicoding, mengubah dunianya!
Jadi Fasilitator untuk Bapak-bapak Programmer
“Habis kamu belajar, ajarin kita,” todong rekan-rekan kantor Ade saat tahu ia mengambil kelas Picodiploma Dicoding. Lahir dan besar di kota yang infrastruktur IT-nya tengah menggeliat, Ade tak menyangka kini ia menatap optimis profesi programmer di Batam.
Ade sempat menjadi Fasilitator Google Developers Kejar 2018. Selama bertugas, ada satu pengalaman yang tak akan ia lupakan. Rupanya ia membimbing salah seorang peserta GDK yang berusia cukup senior. Awalnya ia mengaku pesimis karena “Beliau mulai belajar Android-nya dari dasar banget.”
Ternyata keraguannya salah. Sang bapak jauh lebih semangat dibanding dengan peserta GDK lainnya yang masih muda. “Seneng banget bisa membantu dia menyelesaikan kelas Kotlin Android Developer Expert (KADE). Rasanya itu, lebih bahagia dari pada akunya sendiri yang lulus,” kenangnya menyeringai.
Seusai program kini ia dan ke-60 alumni GDK lainnya pun berinisiatif mendirikan komunitas developer pecinta Kotlin pertama di kota Batam.
Kini di Batam industri IT lagi “naik-naiknya,” ujarnya. Sudah banyak software house bermunculan. Salah satu insentif pendorongnya adalah kawasan pembangunan IT dari pemerintah. Di samping itu, lokasi Batam pun strategis sebagai economic hub Indonesia dan Singapura. Karena prospek yang cerah ini, Ade memutuskan untuk tetap berkarya di kampung halamannya, Batam.
Awalnya Karena Terpaksa
Lulus dari SMKN 1 Batam, gadis yang hobi jogging ini pun lanjut berkuliah jenjang D3 di Politeknik Negeri Batam di jurusan Rekayasa Perangkat Lunak. Sepanjang SMK dan kuliah, ia mencari uang sendiri dengan bekerja lepas di Telkom. Perempuan tangguh ini mengaku “malu” kalau harus terus mengandalkan bekal dari orang tua.
Selepas kuliah ia sempat mengalami periode menganggur yang menurutnya “Nggak enak banget.” Lama melamar, tapi tak diterima. Lama juga ia mengamati kalau lowongan yang banyak tersedia adalah “programmer.” Di situlah ia PD mempraktekkan prinsip “coba aja dulu.” Ia memberanikan diri mendaftar sebagai programmer. Di situlah petualangannya sebagai programmer Android dimulai.
Awalnya terpaksa. Pengetahuannya tentang Android Studio pun, nol besar. Namun kini setelah beberapa tahun berkecimpung di dunia Android development, ia mengaku domain ini “kasih kepuasan tersendiri.” Terlebih dengan tugasnya belakangan sebagai fasilitator, ia merasa bisa berbuat banyak dan berbagi,
Bagaimana Ceritanya Jatuh Cinta?
Ade mengaku Dicoding memiliki andil besar, terutama Dicoding Academy.
Tahun 2018 Ade mengikuti sebuah lomba mobile education. Salah satu teman membagikan berita mengenai Challenge dari Dicoding yang hampir sama dengan lomba yang tengah ia garap. Dari situ ia mulai mengetahui dan mendaftar Dicoding Academy. Kelas pertamanya, Membangun Aplikasi Native.
Di Academy ia mengaku menikmati beberapa fitur berikut ini:
#1 Review Dicoding
“Dulu bertahun-tahun ngoding, belum pernah ada yang mereview kode saya,” akunya. Di Dicoding ia baru mengetahui bahwa reviewer itu penting, terutama dalam memberi saran dan kritik.
#2 Materi Dicoding
Ade mengaku dulu saat bikin aplikasi di kantor, “ya sekedar jalan,” tempel sana dan sini. Andalannya, stack overflow. Dengan Dicoding Academy, beda. Bermodalkan poin dan niat iseng-iseng mencoba versi trial kelas Menjadi Android Developer Expert dengan program cicilan, Ade mulai mempelajari modul belajar yang menurutnya rapi, lengkap, mudah dipahami dan “memberi gambaran utuh.”
Hasilnya, ia sudah membetulkan struktur aplikasinya yang menurutnya “tempel sana sini” itu. Plus mengajari rekan-rekan kerjanya.
“Dicoding tepat untuk teman-teman yang belajar pemrograman secara otodidak seperti saya. Kita nggak bisa kan belajar hanya modal Googling aja,” imbuhnya.
Memang belajar pun tidak mudah. Terkadang ia pun mentok kala mengerjakan submission kelas MADE dan KADE. Beruntung sang ayah setia mendukung dan mengingatkannya.
Terharu: Dicoding Points Bisa untuk Bantu Penyintas Bencana
Gadis yang hobi nonton film korea juga menemukan hal lain yang membuat hatinya tertambat pada Dicoding. Tepatnya ketika platform ini mengadakan program Donasi untuk Bencana Lombok 2018 lalu. Kala itu member Dicoding sepertinya bisa menukar Dicoding Points dengan rewards berupa sembako dan item bantuan lainnya untuk para penyintas bencana. Ia mengaku bahagia dan terharu bisa membantu orang lain dari hasil jerih payah sendiri.
Dengan ilmu yang ada, ia mengaku ingin bikin beberapa aplikasi. Ia sudah punya sketsanya, tapi belum punya waktu untuk mengimplementasikannya. Di waktu luang, ia mengajari teman-temannya beberapa materi pemrograman.
“Meski tinggal di daerah, kita tetap harus update sama ilmu di luar sana, terus berbagi sama teman-teman developer di sini. Biar tersebar ilmunya.”
Karena itulah ia bersyukur bahwa jaringan fasilitator dan peserta GDK Batam, masih aktif hingga sekarang. Ade dan teman-teman beremangat membentuk Kotlin group di mana mereka bisa berkomunitas dan berbagi.
Semoga segera terwujud ya !
Dulu Terpaksa, Kini Malah Jatuh Cinta- end
Mau belajar programming seperti Ade Julita? Manfaatkan promo 21 % Off yang berlaku hingga 30 April 2019. Klik https://dicoding.id/androidkartini
Simak cerita lainnya dari lulusan KADE berikut ini:
Pemuda SMK 17 tahun Lulusan Kelas MADE – KADE dan Mimpinya https://www.dicoding.com/blog/pemuda-17-tahun-lulusan-made-kade/
Developer Lulusan Tercepat kelas Kotlin ini Ternyata… https://www.dicoding.com/blog/lulusan-tercepat-kelas-kade-ini-ternyata/