Aan Saepul Anwar, 6 Tahun Jadi Kepala Cabang, Kini Hijrah jadi Android Developer
Awalnya Kepala Cabang di sebuah koperasi besar, Aan Saepul Anwar (36 thn) memutuskan hijrah jadi Android Developer. Kok mau? Kok bisa? Mari kita simak.
Kenapa Banting Setir jadi Android Developer
Sudah 11 tahun Aan meniti karir di Koperasi Simpan Pinjam di Bandung. Jabatan terakhirnya sampai dengan 2018 lalu adalah “Kepala Cabang.” Latar belakang pendidikannya pun, Manajemen Ekonomi.
💻 Mulai Belajar Pemrograman
Belajar pemrograman di Dicoding Academy dan mulai perjalanan Anda sebagai developer profesional.
Daftar SekarangDi kantor lama, Aan mengaku berada di zona nyaman. Meski demikian, ada hal yang mengganjal. Ia mengaku resah.
“Arus ekonomi digital semakin maju. Orang Indonesia terus-terusan jadi penikmat teknologi, bukan pembuat. Indonesia terus jadi target marketing, seperti dijajah. Ini bikin saya resah,” ujar Aan.
Di sisi lain Aan merasa optimis bisa mulai membawa perubahan. Mulai dari diri sendiri. Dalam bahasanya, ia menyebutnya “hijrah.” Yup, tepatnya hijrah profesi jadi pengembang Android!
“Saya ingin bikin aplikasi yang bermanfaat untuk ekonomi rakyat,” tegasnya.
Tahun 2018 ia pun mantap banting setir dari posisinya sebagai Kepala Cabang menjadi Android Developer di Bandros. Bandros adalah sebuah startup yang berbasis di Bandung. Bandros mempertemukan produsen yang punya produk tapi tak punya tim penjualan dengan pebisnis online (dropshipper/reseller) yang bisa memasarkan produk tersebut. Mitranya, ratusan UMKM se-Indonesia.
“Lewat Dicoding Jobs, saya bersyukur bisa keterima di Bandros. Salah satunya karena misi perusahaan memajukan UMKM. Ya itu, ekonomi kerakyatan,” tambah Aan.
Bingung gak, kenapa Aan bisa diterima? Memangnya anak ekonomi jebolan koperasi punya skill yang mumpuni?
Suka dengan Programming, Senang Ada Dicoding
Untuk banting setir seekstrim Aan, tak cukup modal niat. Perlu skill yang tepat.
Aan memang tak punya latar belakang profesional dan pendidikan di bidang IT. Tapi hobinya sejak dulu tetaplah satu: ngoprek komputer.
Lahir dan besar di Majalaya, kota kecil di Jawa Barat, komputer awalnya adalah hal asing buatnya. Sampai ia bersekolah di Madrasah Aliyah (sekolah lanjutan atas berbasis agama Islam) pun, tak ada sekalipun pelajaran komputer di bangku sekolah.
Baru sejak tahun 2004 lewat belajar otodidak, ia akrab dengan Corel draw dan Photoshop. Ia melakukan itu semua sembari bekerja di koperasi yang menyekolahkannya ke jenjang pendidikan tinggi. “Inginnya sih Teknik Informatika. Tapi dapatnya Manajemen Ekonomi. Ya namanya juga beasiswa dari kantor hehe.” kenangnya.
Kuliahnya tuntas. Belajar informatikanya pun semakin nge-gas.
Terbukti sejak Juni 2016 Aan sudah bergabung dengan Dicoding. Ia belajar 22 kelas.
“Saya ambil sebanyak itu karena saya sejak awal mencari apa yang sebenarnya saya suka. Akhirnya ketemu deh, di Dicoding. Saya sukanya ya Android,”
Dari 12 kelas yang ia luluskan, tujuh (7) di antaranya adalah kelas yang terkait dengan Android, seperti Android Native, Android HTML 5, IBM BlueMix, hingga kelas Menjadi Android Developer Expert dan Kotlin Android Developer Expert.
Memang, jadi Android Developer adalah impiannya. Karena itu ia konsisten meningkatkan skillnya di bidang Android. Meskipun tak terpakai di tempat kerjanya dulu, Aan tetap semangat. Dua kali aplikasi “Raman Kita CVS” lulusan Madrasah Aliyah ini menang Dicoding Challenge dari Indosat dan IBM Watson.
Menurut Aan tentang Dicoding:
“Dicoding bukan hanya tempat belajar, tapi juga tempat membentuk komunitas. Di Dicoding ada habitat, ada insight tentang industri.”
Hijrah Tidak Mudah
Ayah satu putri ini mengaku, “hijrah tidak mudah.”
Pertama, ia mengaku usianya sudah tidak muda lagi. Saat pindah, usianya 34 tahun. Awalnya sempat merasa terlambat dalam belajar. Di usia kepala tiga dan sudah menyandang posisi tinggi di tempat kerja, lebih mudah sebenarnya untuk tetap di zona nyaman. Tapi hatinya sudah kuat. Tekadnya sudah bulat. Ia ingin jadi android developer hebat.
Buat sang istri, hobi dan profesi Aan di depan laptop pun, sempat jadi sumber masalah. Gawat. Istri cemburu.
“Istri pernah bilang katanya saya lebih sering ngelonin laptop dari pada istri…hahaha,” katanya tergelak.
Pernah saat ia sedang menggarap kelas MADE, istrinya sakit dan dirawat di rumah sakit. Tapi ia bersyukur “Alhamdulillah saya bisa melewati semuanya karena sangat ingin belajar,” ungkapnya.
Karyanya di Kantor
Dengan tanggung jawab saat ini, 3 macam aplikasi internal Bandros telah ia bantu selesaikan. Berikut ini tampilannya:
Hadirnya Aan membawa proses otomasi business process di Bandros berjalan mulus. Itu semua berkat ketekunan dan juga dukungan penuh dari perusahaan. Ia mengaku puas karena personal growth-nya di kantor, pesat. Kolega serta atasan pun, sangat suportif.
Harapan untuk Masa Depan
Di masa depan tentu ia ingin membangun perusahaan software sendiri. Serta balik ke Majalaya memajukan komunitas developer dari desanya. Aan yakin banyak talenta berbakat di sana.
Berkaca dari dirinya sendiri, jadi developer itu perlu mental “Oprektor.”
“Developer harus suka “ngoprek” alias membedah codingan untuk pecahkan masalah (problem solving) dan memperbaiki baris codingan. Menemukan eror itu berat, kadang sampai gak tidur. Tapi perlu. Sebaliknya, kalau malas ngoprek codingan, sulit jadi developer.”
Selain itu, Aan yakin bahwa developer harus selalu posisikan diri sebagai pemula, jadi tidak cepat puas dan terpacu untuk maju.
Kalau kamu, apa kamu juga punya kisah serupa dengan Aan? Hijrah jadi Android Developer, tak usah takut. Siapkan niat kuat dan bekal skill yang tepat!
Aan Saepul Anwar, 6 Tahun Jadi Kepala Cabang, Kini Hijrah jadi Android Developer – end