Cerita Roissyah Fernanda Khoiroh, lulusan Bangkit 2023 Batch 1 yang membuktikan bahwa keterbatasan fisik bukan halangan untuk berkarier di bidang AI
“Hanya 3,38% penyandang disabilitas yang berhasil menamatkan perguruan tinggi di Indonesia.” – Katadata, 2021
Di tengah keterbatasan fisik, Roissyah Fernanda Khoiroh (24) menemukan gairahnya dalam bidang machine learning (ML). Sempat mengambil jeda kuliah selama dua tahun karena operasi dan akhirnya menjadi mahasiswi Statistika di Universitas Terbuka, Nanda membuktikan bahwa meraih mimpi tak kenal kata mustahil. Kini, ia bekerja sebagai Research & Development Assistant di Braincore.id, startup yang bergerak dalam bidang kecerdasan buatan (AI).
Prestasi Nanda tak menghapus fakta bahwa hanya 3,38% penyandang disabilitas yang memperoleh pendidikan tinggi. Angka ini cukup timpang dengan non-disabilitas, yakni 9,48% di antaranya berhasil menamatkan perguruan tinggi (Data BPS 2020). Minimnya infrastruktur ramah disabilitas, stigma sosial, dan diskriminasi adalah beberapa halangan bagi mereka.
💻 Mulai Belajar Pemrograman
Belajar pemrograman di Dicoding Academy dan mulai perjalanan Anda sebagai developer profesional.
Daftar SekarangNamun, kisah Nanda menunjukkan bahwa hambatan dalam belajar mampu diatasi. Salah satunya dengan mengikuti Bangkit, program belajar inklusif untuk siapa pun terlepas dari latar belakangnya. Dari program ini, Nanda memperoleh banyak hal. Apa saja itu? Mari baca selengkapnya!
Mengalami Peristiwa yang Mengubah Hidup Nanda Selamanya
Nanda lahir di Lumajang, sebuah kota kecil di kawasan “Tapal Kuda” di Jawa Timur. Ayahnya seorang buruh angkut yang membantu usaha es pamannya, sedangkan ibunya mengurus kos-kosan milik bibinya. Sebagai sulung dari dua bersaudara, Nanda memiliki dorongan untuk membantu perekonomian keluarga.
“Saya hanya ingin memiliki pekerjaan yang lebih baik daripada pekerjaan orang tua saya sekarang. Pekerjaan yang sesuai dengan passion, tetapi tidak memberatkan saya,” ujarnya.
Namun, nasib mengambil jalan yang tak terduga ketika dirinya menginjak Sekolah Menengah Pertama (SMP). Saat itu, ibunya sadar ada yang berbeda dari pundak Nanda. Dari hasil pemeriksaan dokter, Nanda didiagnosis memiliki skoliosis, kelainan tulang belakang yang sering terjadi pada anak-anak sebelum masa pubertas.
Kondisi punggung Nanda pun semakin parah ketika dirinya berada di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA). Dengan kemiringan tulang mencapai 30 derajat, ia menjadi sering lelah. Setelah lulus tahun 2018, ia pun memutuskan untuk melakukan operasi tulang belakang, momen yang mengubah hidupnya selamanya.
“Ketika menjalani operasi, saya mengalami spinal cord injury sehingga setengah badan saya lumpuh. Saya pun divonis paraplegia,” ungkapnya dengan lirih.
Dunia yang awalnya penuh dengan kebebasan bergerak dan kemungkinan tak terbatas, tampak runtuh. Sehari-hari, ia harus memakai walker di rumah dan harus memakai kursi roda jika ingin bepergian jauh. Setelah cuti satu semester untuk pemulihan, ia pun terpaksa berhenti kuliah dari Universitas Jember. Nanda pun mengambil jeda dua tahun setelahnya.
Bangkit untuk Mendalami Machine Learning
Di tengah kegelapan, secercah harapan menyala dalam dirinya. Nanda menolak untuk menyerah pada keputusasaan karena keterbatasan fisik yang dialaminya. Dengan tekad kuat, ia mencari jalan baru menuju masa depan yang lebih cerah. Langkah pertama yang ia lakukan adalah kembali menempuh studi di perguruan tinggi.
Nanda memutuskan untuk mendaftar di Universitas Terbuka, sebuah institusi yang menawarkan pembelajaran fleksibel dan bisa dilakukan secara daring. Di sana, ia mengambil jurusan Statistika. Tak butuh waktu lama bagi Nanda untuk membenamkan dirinya dalam angka-angka dan analisis data.
Di tengah studinya, ia terpikat dengan machine learning (ML). Prospek menggunakan algoritma dari kumpulan data yang sangat besar memikatnya, memicu percikan gairah yang akan mendorongnya menuju karier dalam sektor big data.
“Awalnya merasa statistika gitu-gitu aja, sampai saya dengar tentang data science dan data analyst. Saya pun mulai mengikuti mini course gratis tentang ML dan lama-lama suka. Akhirnya, ketagihan belajar,” kenang Nanda.
Namun, semangatnya sempat terhalang saat ingin mengikuti program MSIB karena belum memenuhi persyaratan administrasi. Kekecewaannya tak berlangsung lama. Pada akhir tahun 2022, ia menemukan Bangkit, program yang tepat untuk mengasah minatnya terhadap ML. Tak butuh waktu lama baginya untuk mendaftar Bangkit 2023 Batch 1.
“Saat mencari program belajar yang bagus, saya menemukan Bangkit di LinkedIn. Saya merasa kalau program ini inklusif untuk penyandang disabilitas seperti saya,” ungkapnya.
Perjalanannya di Bangkit tak mudah. Materi deep learning sempat menjadi momok baginya. Nanda pun mengatasinya dengan menonton banyak video YouTube tentang deep learning agar tidak terlalu “kosong.” Ia belajar dari awal, mulai dari Python, ML, hingga akhirnya menguasai deep learning, salah satu bidang paling kompleks dalam AI.
Pengalaman di Bangkit tak hanya memperluas pengetahuannya tentang ML, tetapi juga memberinya banyak hal berharga. Materi terstruktur, model pembelajaran yang menarik, dan dukungan teman-teman di Discord menjadi kenangan indah yang tak terlupakan.
“Capstone Project juga asyik banget. Di sini, saya menemukan teman-teman baru yang masih berhubungan sampai sekarang,” ucap Nanda.
Bangkit memberikan kesempatan bagi Nanda untuk menjelajahi dunia ML lebih dalam. Ia menggunakan kesempatan ini sebaik-baiknya dengan meraih sertifikasi TensorFlow Developer (TFD) dan lulus sebagai salah satu distinction graduate. Nanda bertekad terus belajar dan mengembangkan kemampuannya untuk menghadapi tantangan baru di masa depan.
“Hasil Tidak Akan Pernah Mengkhianati Usaha”
Kisah Nanda tak berhenti di Bangkit. Pengetahuannya yang luas dan semangatnya yang besar membawanya ke Braincore.id, sebuah perusahaan teknologi yang bergerak dalam bidang AI. Kini, ia bekerja sebagai Research and Development (RnD) Assistant. Di sana, ia berkontribusi mengembangkan materi AI dan terus belajar untuk mengasah kemampuannya.
Ilmu dari Bangkit menjadi bekal berharga dalam pekerjaannya sehari-hari. Kemampuannya dalam deep learning, mulai dari menulis kode hingga mengembangkan convolutional neural network (CNN), natural language processing (NLP), pengolahan gambar, dan pengolahan teks, menjadi aset berharga baginya.
“Sesi Instructor-led Training (ILT) dari Bangkit sangat membantu saya. Soft skill, seperti adaptability dan resilience, juga memotivasi saya buat terus maju,” ujarnya.
Bagi Nanda, Bangkit bukan hanya sebuah program, tetapi juga sebuah wadah yang memberinya koneksi, ilmu, serta motivasi untuk terus belajar dan berkembang. Pengalamannya di Bangkit mendorongnya untuk mengikuti berbagai lomba dan meraih prestasi membanggakan.
“Pokoknya makin on fire untuk upskilling,” ucapnya dengan penuh semangat.
Pesan Nanda kepada para peserta Bangkit, khususnya perempuan yang ingin berkarier dalam bidang teknologi, begitu menyentuh hati. Ia mengingatkan mereka untuk tak gentar menghadapi tantangan dan selalu fokus pada proses belajar.
“Jangan takut mencoba karena perasaan khawatir. Belum tentu itu terjadi. Dulu, aku juga khawatir ga bisa survive di Bangkit, ternyata pas dijalani bisa. Jadi coba aja!”
Untuk menutup wawancara, Nanda bilang untuk selalu fokus pada proses, karena dia percaya bahwa hasil tidak akan pernah mengkhianati usaha. Kisah Nanda menunjukkan bahwa keterbatasan fisik bukan halangan untuk ambisi kita, dan semangat pantang menyerah mampu membuka jalan menuju masa depan yang gemilang.