Sebelumnya kita telah mengetahui dan memahami full stack developer, sekarang kita coba membahas lebih lanjut cara agar bisa menjadi full stack developer yang andal.
Secara umum, full stack developer adalah peran yang menangani front end dan back end pada suatu aplikasi. Namun, tidak jarang juga peran ini memiliki tanggung jawab lebih dari kedua hal tersebut. Terkadang, full stack developer harus bisa menguasai berbagai hal, mulai dari mendesain UI aplikasi yang akan dibangun hingga cara agar aplikasi yang dikembangkan bisa diakses publik.
Kita mulai dari tahapan-tahapan ketika membangun suatu aplikasi sebagai full stack developer, mengingat ini biasanya adalah peran satu orang yang mengerjakan beberapa bagian. Jadi, ia perlu menyusun tahapan dengan baik agar efisien dalam membangun aplikasi yang diinginkan. Perhatikan gambar berikut.
💻 Mulai Belajar Pemrograman
Belajar pemrograman di Dicoding Academy dan mulai perjalanan Anda sebagai developer profesional.
Daftar SekarangSecara umum, pembangunan aplikasi mencakup kelima tahapan tersebut. Sebagai full stack developer, kita wajib untuk bisa dan memahami tahapan yang berwarna merah karena itu merupakan tugas seorang full stack developer, yaitu membangun back end dan front end.
Adapun tahapan yang berwarna hijau, yaitu tahapan yang sangat direkomendasikan untuk dikuasai, karena terkadang peran full stack developer juga memungkinkan untuk bertanggung jawab diluar tugas utamanya seperti membuat desain UI, melakukan testing atau pengujian dan melakukan deployment.
Mari kita bahas.
Membuat Desain UI
Desain UI menjadi salah satu hal yang vital karena desain menjadi wajah suatu aplikasi. Selain itu, desain UI juga membantu kita sebagai developer untuk menggambarkan bentuk aplikasi yang akan dibuat secara keseluruhan.
Selain itu, hal ini juga bermanfaat ketika membangun front end dan back end nantinya. Ketika membangun front end kita tidak perlu lagi memikirkan desain UI yang ingin dibuat karena sudah membuat hal tersebut sebelumnya.
Pada ranah back end, desain UI bermanfaat untuk menggambarkan skema data yang akan digunakan. Termasuk ketika membangun database, desain UI akan sangat membantu menggambarkan data yang ingin disimpan dan juga endpoint API yang akan dibuat untuk nanti dikonsumsi oleh front end.
Nah, seorang full stack developer sangat disarankan untuk memiliki kemampuan ini. Agar bisa mempelajari desain UI secara baik, salah satu caranya kamu bisa mengambil salah satu kelas Dicoding, yaitu Belajar Dasar UX Designer.
Pada kelas tersebut, kamu akan mempelajari berbagai hal, mulai dari mengenal calon pengguna aplikasi yang akan kamu buat hingga membuat prototipe desain bersifat high fidelity.
Adapun jika sudah familier dengan hal tersebut, kamu bisa langsung mulai merancang desain UI yang sebenarnya menggunakan tools-tools yang populer, seperti Figma dan Adobe XD.
Baca artikel lainnya:
- 6 Tools UI/UX Design yang Sering Dipakai Designer
- 3 Elemen Dasar Desain Visual pada UI Design yang Wajib Diketahui
- 7 Langkah Menjadi UI UX Designer
Kelas yang relevan:
Membangun Back End
Setelah kita memiliki desain UI dan gambaran terkait aplikasi yang akan dibuat, selanjutnya adalah mulai membangun sisi back end atau sisi “belakang” dari aplikasi. Ini adalah tahapan yang wajib dikuasai oleh seorang full stack developer karena termasuk tahapan inti.
Mengapa back end terlebih dahulu? Sebenarnya, ada banyak pendapat terkait hal ini, tetapi opini pribadi penulis adalah agar kita tidak bolak-balik mengerjakan front end. Jadi, ketika nanti mengerjakan front end, selain slicing kita juga bisa langsung melakukan integrasi dengan API yang sudah disediakan oleh back end.
Pada pembangunan back end secara umum ada dua bagian besar, yaitu implementasi database dan membuat API agar data bisa dikonsumsi oleh front end.
Implementasi Database
Sebelum membuat API yang akan dikonsumsi oleh front end, pertama-tama kita harus membuat database terlebih dahulu. Dalam database inilah nanti data-data akan disimpan. Secara umum ada banyak jenis database, tetapi biasanya yang sering digunakan ada dua.
- Relational Database (SQL)
Ini adalah jenis yang sering kita temui dan biasanya diajarkan pertama kali ketika baru belajar terkait database. Jenis ini dapat direpresentasikan seperti tabel. Setiap tabelnya bisa berelasi atau berhubungan satu sama lain. Ada beberapa management system yang populer untuk relational database, di antaranya adalah MySQL, PostgreSQL, dan MariaDB.
- Non-Relational Database (NoSQL)
Berbeda dengan relational database, jenis database yang ini tidak memiliki relasi antar data yang disimpan. Jenis database ini bisa direpresentasikan seperti objek pada bahasa pemrograman, terlebih untuk model document oriented. Salah satu management system yang populer dipakai untuk NoSQL adalah MongoDB.
Membuat API
Jika database tempat kita menyimpan data sudah selesai disusun, sekarang saatnya membuat “jembatan” agar data tersebut bisa ditampilkan ke front end. API sendiri ada banyak jenisnya, tetapi yang paling umum digunakan biasanya REST API. Jenis API ini nantinya akan menyediakan endpoint yang bisa dikonsumsi oleh front end.
Endpoint yang disediakan akan berbentuk URL, contohnya https://myapi.com/users. Jika kita konsumsi URL tersebut, data terkait users yang terdaftar akan didapatkan dari database dan ditampilkan pada front end.
Pembuatan endpoint didasarkan pada kebutuhan dalam desain UI dan juga disesuaikan dengan database yang sudah dibuat. Biasanya akan ada empat endpoint untuk memenuhi kebutuhan Create, Read, Update, dan Delete (CRUD) dengan memanfaatkan HTTP Methods yang ada, yaitu GET, POST, PUT, dan DELETE.
Terkait bahasa pemrograman yang digunakan, sebenarnya ada banyak yang dapat digunakan untuk membangun back end, seperti GoLang, PHP, dan JavaScript. Namun, kamu bisa memulai dengan menggunakan JavaScript terlebih dahulu, mengapa? Agar bahasa pemrograman yang digunakan masih satu lingkup dengan bahasa pemrograman yang digunakan pada front end..
Untuk mempelajarinya, kamu tidak perlu khawatir karena sudah ada kelas Dicoding yang merangkum itu semua, yaitu Belajar Fundamental Aplikasi Back-End. Dalam kelas ini, kamu akan mempelajari materi, mulai dari pembuatan tabel-tabel pada database hingga membuat API yang layak untuk dikonsumsi.
Baca artikel lainnya:
- GraphQL vs REST API: Apa bedanya?
- Mengenal Apa itu Relational Database
- Manfaat Database untuk Pemrograman Web, Apa Penting?
Kelas yang relevan:
- Belajar Membuat Aplikasi Back-End untuk Pemula
- Belajar Fundamental Aplikasi Back-End
- Menjadi Back-End Developer Expert
Membangun Front End
Jika kita sudah selesai membangun atau menyiapkan desain UI dan back end, sekarang saatnya kita mulai membangun front end. Tahapan ini adalah salah satu tahapan yang penting untuk dikuasai sebagai full stack developer, seperti halnya membangun back end. Maka dari itu, selain wajib memahami cara membangun back end, seorang full stack developer juga wajib memahami cara membangun front end.
Secara umum, ketika membangun front end kita harus mampu mengimplementasi desain UI yang sudah ada menjadi tampilan antarmuka interaktif berbasis web, mobile, ataupun desktop sesuai dengan platform yang dibutuhkan. Selain itu, kita juga harus bisa membuat struktur layout yang teratur dan bisa di-support dengan baik pada berbagai perangkat dengan ukuran layar yang berbeda-beda.
Tidak lupa juga kita akan mengonsumsi API yang sudah disediakan oleh back end, nantinya data-data yang didapatkan akan ditampilkan menjadi suatu interface menarik. Dengan begitu, data yang ditampilkan pada front end sifatnya dinamis atau dapat berubah-ubah sesuai dengan data dari back end.
Terkait implementasi front end, biasanya dapat diterapkan pada tiga platform, yaitu web, mobile, dan desktop. Mulai belajar dari web terlebih dahulu lebih disarankan karena resource yang digunakan jauh lebih ringan dan komunitasnya sangat besar sehingga mudah untuk mencari informasi yang diinginkan.
Front end berbasis web memiliki tiga hal fundamental yang wajib dikuasai, yaitu HTML, CSS, dan JavaScript. Untuk memahami itu semua, kamu dapat mempelajarinya pada kelas-kelas Dicoding karena materi tersedia dari level pemula hingga mahir. Kamu bisa mulai belajar terkait fundamental HTML, CSS, dan JavaScript pada kelas pemula hingga belajar terkait optimasi performa web dalam kelas mahir.
Baca artikel lainnya:
- 3 Fitur Canggih yang Siap dimanfaatkan di Aplikasi Web
- Baca Ini Sebelum Menjadi Web Developer
- 10 Pengembang Web Framework Terbaik di 2023, Sudah Tahu?
Kelas yang relevan:
- Belajar Dasar Pemrograman Web
- Belajar Membuat Front-End Web untuk Pemula
- Belajar Fundamental Front-End Web Development
Melakukan Testing
Pada tahapan ini, seharusnya front end dan back end sudah selesai dibangun. Idealnya, setelah keduanya selesai dibangun kita melakukan pengetesan untuk mengetahui apakah front end dan back end sudah sesuai dengan kebutuhan yang telah ditentukan? Apakah keduanya dapat berfungsi dengan baik? Hal ini hanya bisa dijawab dengan hasil pengetesan.
Sebagai seorang full stack developer, menguasai pengetesan suatu perangkat lunak/aplikasi menjadi nilai tambah. Kemampuan ini bermanfaat karena kita memastikan bahwa aplikasi yang dibangun sudah sesuai dengan ketentuan dan kebutuhan di awal. Hal ini membantu mengurangi risiko terjadinya kerusakan aplikasi ketika sedang digunakan oleh pengguna.
Pengetesan bisa saja dilakukan secara manual ketika sedang melakukan development, tetapi bayangkan jika kita harus melakukan hal tersebut dari fitur awal dan berulang-ulang kali. Cukup merepotkan, bukan?
Maka dari itu, kita bisa memanfaatkan automation testing menggunakan tools-tools yang sudah ada. Hal ini sangat membantu karena kita bisa mengotomatiskan hal-hal yang repetitif sehingga dapat mengefisienkan waktu.
Adapun jenis-jenis testing yang bisa kita lakukan diantaranya berikut:
- unit testing,
- integration testing, dan
- end-to-end testing.
Kamu bisa melakukan testing pada front end ataupun back end secara terpisah. Namun, jika hanya memiliki waktu yang singkat, kamu bisa langsung melakukan testing pada front end yang sudah terintegrasi dengan back end (biasanya disebut sebagai integration test). Dengan begitu, secara tidak langsung kamu sudah melakukan testing pada front end dan back end, meski idealnya testing seharusnya tetap sesuai dengan scope-nya masing-masing.
Untuk melakukan semua hal tersebut, kamu bisa mempelajarinya di kelas Dicoding, loh. Untuk front end, kamu bisa pelajari pada kelas Menjadi Front-End Web Developer Expert dan untuk back end dapat dipelajari dari kelas Menjadi Back-End Developer Expert.
Kelas yang relevan:
- Menjadi Front-End Web Developer Expert
- Belajar Fundamental Aplikasi Back-End
- Menjadi Back-End Developer Expert
Deployment
Pada tahapan ini, seharusnya front end dan back end sudah jadi, bahkan mungkin sudah dilakukan testing terhadap keduanya. Tahap terakhir adalah membuat aplikasi yang sudah kita bangun bisa diakses secara publik, caranya dengan melakukan hosting.
Kamu bisa menggunakan banyak penyedia cloud yang ada saat ini, salah satunya adalah AWS atau Amazon Web Service. Pada provider ini, kamu bisa melakukan hosting aplikasimu hingga menggunakan fitur lainnya, seperti database, message broker, hingga load balancer untuk mengatur traffic.
Nah, terkait deployment, kamu pun bisa mempelajarinya pada kelas Dicoding, loh! Mulai dari cloud hingga pemanfaatan fitur-fiturnya pada aplikasi yang kita bangun. Misalnya, pada kelas Belajar Fundamental Aplikasi Back-End, kita bisa memanfaatkan database yang disediakan oleh AWS. Namun, jika kamu masih pemula, mulailah dari kelas Cloud Practitioner Essentials (Belajar Dasar AWS Cloud).
Baca artikel lainnya:
Kelas yang relevan:
- Cloud Practitioner Essentials (Belajar Dasar AWS Cloud)
- Belajar Dasar-Dasar DevOps
- Belajar Implementasi CI/CD
Tips
- Untuk mengoptimalkan proses pembelajaran, kamu bisa memanfaatkan kelas-kelas Dicoding. Mengapa? Sebab, kelas-kelas Dicoding sudah dirancang sedemikian rupa dengan materi yang tersusun secara baik dan bertahap. Jadi, kita tidak perlu repot-repot memikirkan hal yang perlu dipelajari dan tahapan pembelajarannya.
- Terkadang, sebagai full stack developer, kamu harus menyelesaikan banyak hal dalam waktu singkat. Untuk mengoptimalkan proses pembangunan suatu aplikasi, kamu bisa menggunakan framework-framework yang ada. Dengan menggunakan framework, kamu tidak perlu menuliskan kode-kode dari awal. Kamu sudah diberikan templat kode yang sudah berstandar baik sehingga bisa fokus untuk men-delivery fitur-fitur aplikasi.
Kesimpulan
Secara umum, inti dari peran full stack developer adalah membangun front end dan back end. Namun, kamu bisa mengoptimalkan dan meningkatkan kemampuan agar bisa menjadi full stack developer yang andal. Mulai dari memahami dan menguasai desain UI, lalu memahami testing atau menguji aplikasi yang sudah dibangun, hingga memahami secara umum terkait deployment agar bisa memublikasikan aplikasi yang sudah dibangun supaya bisa diakses oleh publik.