2 Rahasia Menata Karir Programming dari NOL
“Ngoding bukan passion-ku.”
Apa pikiran seperti ini kerap terbesit di hati? Merasa tersesat? Karena faktanya dunia atau karir programming memang bukan untuk semua orang. Ini biasa.
💻 Mulai Belajar Pemrograman
Belajar pemrograman di Dicoding Academy dan mulai perjalanan Anda sebagai developer profesional.
Daftar SekarangYang tak biasa itu adalah saat tak suka berubah jadi suka ngoding. Lantas menjadikannya sebagai mata pencarian utama.
Pengalaman di atas datang dari Ridho Pratama (26 tahun). Lulusan S1 Teknologi Informasi di UGM ini dulu benci dengan ngoding, tapi kini ia genap 4 tahun berkarir Software Engineer di BRI Syariah, Jakarta Selatan. “Passion programming muncul belakangan.” akunya.
Apa rahasianya? Apa kepingan pengalaman Ridho yang bisa kita ambil lesson learned-nya? Simak
Nol Besar Soal Ngoding
Soal ngoding, jangan ditanya. “Tak suka (ngoding)” ujarnya dulu. Alih-alih belajar bahasa pemrograman, ia lebih minat ngulik perangkat keras. Maka dari itu saat kuliah Ridho sebisa mungkin hindari tugas ketik kode. Jurusnya “nempel temen” alias bergantung pada teman-temannya saat kerja kelompok.
Lantas saat mengerjakan karya akhir, mau tak mau ia sedikit bersentuhan dengan coding. Meski tak suka, ternyata bisa! Ridho berhasil lulus dengan skripsi berbasis sistem informasi buatannya sendiri. Kala itu ia memetakan persebaran pelanggan produk F & B online di Yogyakarta.
Berita baiknya, ia berhasil lulus kuliah. Tapi berita buruknya, ia lulus tanpa keahlian spesialis apapun. Alhasil, serba salah saat melamar kerja.
Diterima Kerja sebagai Programmer
Bayang-bayang kembali ke kampung halaman di perbatasan Palembang – Lampung, membuat Ridho tekun cari kerja di ibu kota. Ia pun melamar posisi Management Trainee di Bank Rakyat Indonesia Syariah. Kala diwawancara user di kantornya, ia terselamatkan oleh pertanyaan yang dominan seputar problem solving. Lega saat tak ada tugas coding on the spot atau tes teknis yang mengharuskannya mengetik kode. Lolos menjawab pertanyaan tentang pola pikir, ia merasa beruntung. Tawaran kerja pun diraihnya.
Awal 2017 Ridho mulai bekerja sebagai Sofrware Engineer. Lambat laun ia tersadar bahwa jika ingin punya karir programming yang cemerlang, ia harus menguasai keahlian spesialis dalam bidang kerjanya sebagai developer. Sebaliknya, dalam dunia industri seorang tenaga IT generalis akan lebih sulit bersaing. Apa itu? IT generalis adalah sosok pekerja IT yang banyak tahu bermacam bidang, baik perangkat lunak maupun keras, tapi hanya sedikit bisa coding dan minim pula penguasaannya pada sebuah bidang keahlian programming.
Beranjak dari status “generalis,” Ridho bertekad ingin jadi seorang programmer “spesialis” yang andal. Menurutnya, tanpa spesialisasi, seorang programmer akan sulit bersaing dan “karirnya akan gitu-gitu aja!.”
Menata Karir Programming
Berangkat dari pengalaman coding yang nol besar, kini setelah 3 tahun Ridho memegang penuh posisi programmer di kantornya dengan percaya diri. Dari tak suka berubah jadi karir programming yang menjanjikan. Ini rahasianya:
#1 Ganti Mindset untuk Terbuka Belajar Hal-hal Baru
“Pikiran harus terbuka belajar hal terbaru. Nanti suka.” (Ridho)
Kita kerap tak suka coding karena terkungkung pikiran “pasti susah.” Padahal pola pikir ini bikin kita mentok mengeksplorasi hal-hal baru. Sebaliknya bebaskan pikiran untuk belajar hal-hal yang baru. Coba saja dulu agar tahu.
Ridho berujar terkadang lulusan S1 sepertinya pun kerap tak tahu apa passion-nya. Sebabnya, belum benar-benar membebaskan pikiran dan mencari apa yang disuka. Saat ia “tercebur” jadi programmer, barulah terbukti bahwa sikap open mind ini sangatlah penting. Dari awalnya terpaksa belajar web, lama – lama jadi rutinitas dan kebiasaan seru.
“Ternyata belajar programming itu menyenangkan, sekarang saya malah senang untuk meng-explore ilmu-ilmu baru, belajar hal-hal baru, dan bisa mengimplementasikannya.” (Ridho)
# 2 Gigih Belajar sembari Langsung Praktik Bikin Karya Sendiri
“ Meski berat, Saya belajar sambil bikin aplikasi sendiri” (Ridho)
Tanpa dasar programming, ia sadar bahwa ia tertinggal dari segi skill dibanding teman-temannya. Itulah risiko karena terlambat memulai. Oleh karena itu satu-satunya cara untuk maju dalam karir programming baginya adalah belajar dengan target yang nyata: punya karya yang ia bangun sendiri dari nol.
Awalnya ia belajar materi web dari Youtube lantas mempraktikkannya ke real-case di kantor. Beruntung ia pun mendapat arahan dari mentor di kantornya perihal stack teknologi apa saja yang harus ia kuasai. Hasilnya, ia membuat web monitoring transaksi untuk internal kantornya. Berikut aplikasi web “brissmart” yaitu sebuah aplikasi yang digunakan oleh Agen Lakupandai (brissmart) untuk bertransaksi layanan perbankan. Aplikasi ini membantu dalam mewujudkan inklusi keuangan pada lapisan masyarakat yang tergolong unbankable agar bisa menikmati layanan perbankan.
Memasuki tahun ke-3, ia merambah skup spesialisasinya pada mobile development. Portofolio perdananya adalah “I-Kurma” yaitu aplikasi yang digunakan Marketing/Pemasaran untuk proses pengajuan pembiayaan. Biasanya marketing saat akan melakukan input pembiayaan harus datang ke kantor. Proses pengajuan pembiayaan yang kecil saja bisa memakan waktu 3-5 hari. Tapi dengan adanya aplikasi ini, proses penginputan pembiayaan bisa langsung on the spot saat itu juga dan hanya perlu waktu 1 hari saja untuk pencairan.
Mendapatkan Fasilitasi Bekraf Developer Talent dari Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
Meski bisa membuat app dan web sendiri, Ridho sadar karyanya belum scalable karena dibangun dengan dasar yang sederhana. Tak heran ia ingin naik level. Ia melihat Fasilitasi dari Baparekraf Developer Talent (BDT) yang bekerja sama dengan Dicoding, sebagai kesempatan untuk mewujudkan niatnya.
“Saya daftar BDT agar bisa belajar praktik terbaik / best practice pengembangan aplikasi Android. Target saya, bisa bikin aplikasi berkualitas dan siap saing sesuai best practice dan bisa diaplikasikan untuk skala industri.” (Ridho)
Pasca mendaftar pada Maret 2020, Ridho belajar di alur Android Developer hingga lulus 3 kelas sampai dengan Belajar Fundamental Aplikasi Android. Bagaimana pengalamannya?
“Di Dicoding saya baru kali ini ketemu cara membuat aplikasi sesuai “best practice.” Kurikulum terverifikasi dari Google. Kini saya masuk 350 lulusan terbaik. Tak akan saya sia-siakan kesempatan belajar di kelas Android Jetpack saat ini.”
Sebagai hasil ia tuntas belajar Android hingga level menengah sejauh ini, ia ingin memperbaiki aplikasi “I-Kurma” yang telah ia buat sesuai kurikulum Google yang tengah dipelajarinya.
Melihat ke belakang sekitar 3 tahun lalu, Ridho tak membayangkan dirinya punya karir programming seperti sekarang. Menurutnya:
“Tak ada kata terlambat kalau mau kejar karir programming. Gak usah terlalu banyak mikir. Udah lakuin aja: belajar dan praktik! Cuma ya wajar kalau kita telat. Perlu extra effort, proses, dan kerja keras. “